ANALISIS STRUKTURALISME
LEVI-STRAUSS, MITOS, SIMBOL DAN FUNGSI LEGENDA GOA NGERONG DI KECAMATAN RENGEL KABUPATEN TUBAN BAGI
MASYARAKAT SEKITARNYA (KAJIAN FOLKLOR)
Kiki
Astrea, M.Pd.
Universitas
Islam Darul Ulum Lamongan
Abstract
Oral Literature is part of folklore which
is one of the cultures spread by word of mouth. This research tries to study folklore
of Ngerong Goa legend that exist in District Rengel Tuban Regency. In addition, this study will describe the structure,
myth, symbols and functions that exist in the legend of Goa Ngerong.
Qualitative descriptive approach. The data source used is the recording
obtained from the community around Goa Ngerong. The data used in the form of
stories that are written based on the recording in the can from the community
around Goa Ngerong. Data collection by specifying objects and recording. Method
of data analysis by processing, collecting data based on result of recording
then conducted recording and analysis of data to be presented. The myth that
comes up is not to eat fish coming from the cave Ngerong, because it is
considered a sacred fish. Whereas for visitors cave, will get lucky if can
bring home fish.
Abstrak
Sastra
Lisan adalah bagian dari folklor yang merupakan salah satu kebudayaan yang
penyebarannya dilakukan dari mulut ke mulut. Penelitian ini berusaha mengkaji
folklor legenda Goa Ngerong yang ada di Kecamatan Rengel Kabupaten Tuban.
Selain itu, penelitian ini akan mendeskripsikan struktur, mitos, simbol dan
fungsi yang ada dalam legenda Goa Ngerong. Pendekatan deskriptif kualitatif.
Sumber data yang digunakan adalah rekaman yang didapat dari masyarakat sekitar
Goa Ngerong. Data yang digunakan berupa cerita yang di tulis berdasarkan
rekaman yang di dapat dari masyarakat sekitar Goa Ngerong. Pengumpulan data
dengan menentukan objek dan melakukan perekaman. Metode analisis data dengan
mengolah, mengumpulkan data berdasarkan hasil rekamanan lalu dilakukan
pencatatan dan analisis data yang akan disajikan. Mitos yang muncul adalah tidak boleh memakan ikan yang berasal dari goa
Ngerong, karena dianggap ikan keramat. Padahal bagi pengunjung goa, akan
mendapat keberuntungan jika dapat membawa pulang ikan.
PENDAHULUAN
Masyarakat
Indonesia mempunyai beragam kebudayaan yang merupakan warisan leluhur dan
dilaksanakan secara turun temurun. Salah satu kebudayaan yang masih
dilaksanakan sampai saat ini adalah “adat-istiadat” (Purwadi, 2007:12).
Adat-istiadat adalah suatu kebiasaan yang dilaksanakan suatu masyarakat.
Kebiasaan ini terjadi karena adanya warisan leluhur yang dilaksanakan secara
turun-temurun. Kebiasaan yang diwariskan yang penyebarannya lewat mulut-ke
mulut dan tidak dibukukan bisa disebut
sastra lisan. Sastra lisan adalah bagian dari folklor Indonesia yang mempunyai
nilai-nilai luhur dalam sastra. Di Indonesia, sastra lisan masih banyak kita
jumpai. Bahkan di setiap daerah di Indonesia memiliki sastra lisan. Ada
beberapa bentuk sastra lisan, diantaranya, legenda, lagu dolanan, dongeng dan
mitos.
Istilah mitos, mite adat dongeng biasanya mengingatkan
kita pada suatu kisah atau ceritera yang aneh, janggal atau lucu, dan umumnya sulit dimengerti maknanya,
tidak dapat diterima kebenarannya, atau tidak perlu ditanggapi secara serius
isinya. Kisah tersebut umumnya dianggap sebagai hasil karya iseng saja, karena
isinya kebanyakan tidak sesuai dengan kenyataan sehari-hari (Heddy, 2012:181).
Goa Ngerong yang berada di Kecamatan Ngerong
Kabupaten Tuban menyimpan legenda dengan berbagai simbol dan mitos didalamnya,
yang membuat goa tersebut sering dikunjungi wisatawan, baik yang ingin melihat
kebentungan mereka, maupun sekadar berkunjung. Mitos yang muncul adalah tidak
boleh memakan ikan yang berasal dari goa Ngerong, karena dianggap ikan keramat.
Padahal bagi pengunjung goa, akan mendapat keberuntungan jika dapat membawa
pulang ikan.
Penelitian mitos Levi-Strauss pernah dilakukan oleh
Chusnul Chotimah pada skripsinya yang berjudul Diskursus Kasta dalam Kitab
Mahabarata Karya C. Rajagopalachari (Analisis Strukturalisme Levi-Strauss).
Penelitian ini menemukan bahwa prinsip
dasar aturan kasta adalah bersifat endogamis. Kasta membutuhkan endogamy untuk
bisa mempertahankan identitas yang berbeda dan definisi kelompok yang berbeda
pula pada kitab Mahabarata Karya C. Rajagopalachari. Berbeda dengan penelitian
tersebut, penelitian ini mendeskripsikan mitos, simbol dan fungsi yang ada
dalam Legenda Goa Ngerong yang ada di Kecamatan Rengel Kabupaten Tuban.
Mitos yang ada di Goa Ngerong dapat
dilihat berdasarkan Simbol yang muncul dalam legenda Goa Ngerong. Hal inilah
yang menjadi daya Tarik Goa Ngerong sehingga didatangi banyak pengunjung setiap
harinya. Kebanyakan mereka ingin melihat keberuntungan mereka, tetapi tidak
jarang juga yang datang hanya ingin melihat bentuk goa nya saja. Hal inilah
yang melatarbelakangi penelitian, sehingga sastra lisan dapat dilestarikan dan
menjadi kebudayaan yang akan terus diingat oleh masyarakat Indonesia terutama
masyarakat sekitar Goa Ngerong.
Berdasarkan
latar belakang tersebut, peneliti memfokuskan permasalahan berikut: 1) Bagaimana struktur legenda goa Ngerong di kecamatan
Rengel kabupaten Tuban?; 2) Bagaimana
simbol legenda goa Ngerong di kecamatan Rengel, kabupaten Tuban?; 3) Bagaimana mitos Legenda goa Ngerong di kecamatan
Rengel, kabupaten Tuban?; dan 4) bagaimana fungsi Legenda goa Ngerong di
kecamatan Rengel kabupaten Tuban?.
TEORI
Menurut Taum (2011:1) Claude
Lévi-Strauss (1908-2009) adalah seorang ahli antropologi danetnografi terkemuka Prancis yang dikenal sebagai
bapak antropologi modern. Pandangannya
yang utama adalah struktur pemikiran manusia purba (savagemind) sama dengan
struktur pemikiran manusia modern (civilized
mind) karena sifat
dasar manusia sebenarnya sama. Pemikiran ini dituangkannya dalam bukunya
yang terkenal Tristes Tropiques yang menempatkan Levi-Strauss
sebagaisalah satu tokoh terpenting aliran strukturalis. Gagasannya diterima di
lingkunganilmu-ilmu humaniora dan filsafat.Levi-Strauss memberikan perhatian
khusus pada mitos, yang menurutnya memiliki
kualitas logis dan bukan estetis, psikologis, ataupun religious. Dia menganggap mitos sebagai bahasa, sebuah
narasi yang sudah dituturkan untuk diketahui.
Strukturalisme
adalah teori yang menyatakan bahwa seluruh organisasi manusia ditentukan secara
luas oleh struktur social atau psikologi yang mempunyai logika independen yang
sangat menarik berkaitan dengan maksud, keinginan, maupun tujuan manusia. Bagi
Freud, strukturnya adalah psyche; bagi Marx, strukturnya adalah ekonomi; dan
bagi Saussure, strukturnya adalah bahasa. Kesemua itu mendahului subjek manusia
individual atau human agent dan menentukan apa yang akan dilakukan manusia pada
semua keadaan ( Inglis, 1990 dalam Sobur, 2001:104). berdasar pada teori tersebut Kasnadi dan Sutejo (2010:5) berpendapat
bahwa, sebuah kajian structural dapat ditempuh dengan cara melakukan
identifikasi, pengkajian, dan pendeskripsian fungsi dan unsur intrinsic yang
membangun sebuah karya fikksi.
Penelitian
ini menerapkan teori strukturalis Levi-Strauss, analisis yang dilakukan atas
beberapa prinsip:
1.
Bahwa mitos mengandung makna-makna
tertentu. Seperti halnya mimpi individual yang harus dianalisis untuk
mengetahui maknanya, mitos atau dongeng sebagai suatu “mimpi kolektif” juga
perlu dianalisis untuk diungkapkan makna-makna kolektifnya.
2.
Dongeng juga dapat dilihat sebagai suatu fenomena
kebahasaan, yang baru dapat dipahami pesannya jika kita telah mengetahui
struktur dan makna sebagai elemen yang ada didalamnya.
Sastra
lisan adalah kesastraan yang mencangkup ekspresi kesastraan warga suatu
kebudayaan yang disebarkan dan turun temurun secara lisan, (Hutomo, 1991:1).
Sastra lisan dibagi menjadi dua bagian yaitu sastra lisan primer dan sastra
lisan sekunder. Perbedaan dari keduanya terletak pada ciri masing-masing yaitu:
Ciri-ciri
sastra lisan primer :
1.
Penyebarannya melalui mulut ke mulut
yang disebarkan baik dari segi waktu maupun ruang melalui percakapan.
2.
Lahir didalam masyarakat yang masih
bercorak desa, masyarakat diluar kota atau masyarakat
yang belum mengenal huruf.
3.
Menggambarkan ciri budaya suatu
masyarakat
4.
Tidak
diketahui siapa pengarangnya dan karena itu menjadi milik masyarakat
5.
Bercorak puitis teratur dan
berulang-ulang
6.
Tidak menenekankan fakta dan kebenaran,
lebih menekankan pada aspek khayalan atau fantasi yang tidak diterima oleh
masyarakat modern, tetapi sastra lisan meliki fungsi penting didalam
masyarakat.
7.
Terdiri atas berbagai versi
8.
Bahasa menggunakan gaya bahasa lisan
(sehari-hari) mengandung dialek, terkadang tidak lengkap (Hutomo, 1991:3-4)
Sedangkan
sastra lisan sekunder merupakan sistem produksi sastra tulis, sebagai
perwujudan, penyebar luasan informasi atau sosialisa sastra tulis. Jika dilihat
dari segi penuturnya sastra lisan dibagi menjadi dua, yaitu:
1.
Sastra lisan yang bernilai sastra
(mengandung estetika)
2.
Sastra lisan yang tidak bernilai sastra.
Sastra
lisan adalah bagian dari folklor. Istilah folklor merupakan pengindonesiaan
dari kata folklore dalam arti bahasa
Inggris yang berasal dari kata folk
dan lore. Folk memiliki pengertian kolektif. Menurut Alan Dundes,
folk adalah sekelompok orang
yang memiliki ciri-ciri pengenal fisik, sosial, dan kebudayaan, sehinga dapat
dibedakan dari kelompok-kelompok lainnya (Danandjaya,
1991:1)
Brunvand
(dalam Rafiek, 2010: 52-53) Folklor digolongkan menjadi tiga macam yaitu, 1)
folklor lisan, 2) folklor setengah lisan, dan 3) folklor bukan lisan. Bentuk
folklore lisan antara lain(a) bahasa rakyatseperti logat, julukan, pangkat
tradisional dan titel kebangsawanan; (b) ungkapan tradisional, seperti pepatah,
peribahasa, dan pemeo; (c) pertanyaan tradisional, seperti teka-teki; (d) puisi
rakyat, seperti pantun, gurindam, dan syair; (e) cerita prosa, seperti mitos,
legenda, dan dongeng, dan (f) nyanyian rakyat.
Legenda
merupakan bagian dari sastra lisan. Legenda goa Ngerong tidak banyak diketahui
oleh masyarakat, kebanyakan pengunjung goa Ngerong hanya ingin melihat ikan
yang berada di goa, karena menurut mitos masyarakat sekitar siapa yang dapat
melihat dan menyentuh ikan yang ada di goa Ngerong berarti mereka akan mendapat
keberuntungan. Legenda sendiri menurut
William R.Bascom Hutomo (1991:64) adalah cerita yang mirip dengan mite, yatu
yang benar-benar terjadi, tetapi tidak dianggap suci. Berlainan dengan mite,
legenda ditokohi oleh manusia biasa walaupun adakalanya mempunyai sifat-sifat luar
biasa, atau sering juga dibantu makhluk-makhluk gaib (halus). Tempat terjadinya
legenda adalah di dunia seperti yang kita kenal sekarang. Waktu terjadinya
belum begitu lampau.
Dalam penelitian ini, fokus utama adalah Simbol dan
Mitos. Simbol adalah sebuah tanda di mana hubungan antara signifier dan
signified semata-mata adalah masalah konvensi, kesepakatan atau peraturan (van
Zoest dalam Sobur, 2001:126).
Menurut Hamad (dalam Sobur 2001:140) Secara
substansi, semiotik adalah kajian yang concern dengan dunia simbol. Alasannya,
seluruh isi media massa pada dasarnya simbolik. Bahasa adalah alat komunikasi
atau alat penghubung antar-manusia. Komunikasi antarmanusia diadakan antara
lain dengan menggunakan bunyi yang dihasilkan alat ucap. Komunikasi antar umat
manusia juga dapat menggunakan bentuk lain, yaitu dengan simbol-simbol.
Berdasarkan kedua pendapat tersebut, dapat
disimpulkan bahwa simbol adalah sebuah tanda yang dihasilkan baik berupa bunyi
bahasa maupun dengan bentuk lainnya. Selain simbol, dalam penelitian ini juga
akan meneliti mitos yang ada di goa Ngerong kecamatan Rengel kabupaten Tuban.
sebelum menganalisis hasil penelitian, akan dilakukan analisis struktur legenda
goa Ngerong untuk diketahui mitos dan simbol yang ada di goa Ngerong.
Mitos adalah
bagian dari ritual yang diucapkan, cerita yang diperagakan oleh ritual. Dalam
suatu masyarakat, ritual dilakukan oleh pemuka-pemuka agama untuk menghindarkan
bahaya atau mendatangkan keselamatan. Ritual adalah ‘cara’ yang selalu dan
setiap kali diperlukan, misalnya berkaitan panen, kesuburan, inisiasi anak muda
kedalam kebudayaan masyarakat dan kematian. Tetapi dalam pengertian yang luas,
mitos berarti cerita-cerita anonim mengenal asal muasal alam semesta dan nasib
serta tujuan hidup: penjelasan-penjelasan yang diberikan oleh suatu masyarakat
kepada anak-anak mereka mengenai dunia, tingkah laku manusia, citraan alam dan
tujuan hidup manusia. Penjelasan-penjelasan ini bersifat mendidik (Wellek dan
Warren, 1995:243)
Menurut Heddy (2012:181) istilah mitos, mite adat dongeng biasanya
mengingatkan kita pada suatu kisah atau ceritera yang aneh, janggal atau lucu,
dan umumnya sulit dimengerti maknanya, tidak dapat diterima kebenarannya, atau
tidak perlu ditanggapi secara serius isinya. Kisah tersebut umumnya dianggap
sebagai hasil karya iseng saja, karena isinya kebanyakan tidak sesuai dengan
kenyataan sehari-hari.
Pada dasarnya, dongeng atau legenda menurut Vladimir Propp dalam
Endraswara (2003:155) telah memberikan rambu-rambu analisis cerita dan
fungsinya. Dia telah menemukan beberapa teori fungsi yang penting, yaitu: a)
istilah fungsi merupakan unsur dongeng sastra lisan yang paling mantap dan
tidak berubah, walaupun tokoh yang mendukung fungsi berganti; b) fungsi sastra
lisan terbatas jumlahnya, kurang lebih ada 31 fungsi; c) urutan fungsi dalam
dongeng selalu sama; d) sebuah dongeng hanya mewakili satu tipe saja jika
dilihat dari strukturnya. Fungsi tersebut selalu dikaitkan dengan perwatakan
tokoh. Perwatakan amat didukung oleh sudut pandang cerita.
METODE
Penelitian
ini bersifat kualitatif artinya yang dikumpulkan bukan berupa angka-angka
melainkan kata-kata atau gambaran sesuatu. Penelitian ini juga dilakukan semata-mata
hanya berdasarkan pada fakta yang ada atau fenomena yang mungkin secara empiris
hidup pada masyarakat sehingga yang dihasilkan berupa teks lisan. Objek
penelitian ini adalah legenda Goa Ngerong yang ada di kecamatan Rengel
kabupaten Tuban. Objek penelitian didapat dari wawancara langsung dengan
informan dilapangan. Dengan teknik pengumpulan data, yaitu teknik observasi,
teknik wawancara, teknik pencatatan, teknik perekaman dan teknik dokumentasi.
Kemudian dilakukan penentuan setting
penelitian, menentukan informan, melakukan penerjemahan data,
dan dianalisis dengan menggunakan metode deskriptif kualitatif
dan analisis isi untuk mengetahui bagaimana struktur Legenda Goa Ngerong, bagaimana
mitos legenda, bagaimana simbol legenda serta bagaimana fungsi legenda goa
Ngerong.
HASIL DAN PEMBAHASAN
1.
Struktur Legenda Goa Ngerong
Berdasarkan wawancara terhadap
Lasrip warga sekitar Goa Ngerong di kecamatan Rengel kabupaten Tuban. asal mula goa ngerong dahulunya adalah
kerajaan Gumenggeng yang ada di dusun Gumeng, desa Banjaragung, kecamatan
Rengel, kabupaten Tuban. sekitar ribuan tahun lalu raja Gumenggeng bernama
Raden Arya Bangah adalah putra dari Kyai Gede Lele Lontang. Kerajaan tersebut
berada di pegunungan kapur yang sulit mendapatkan sumber air untuk kebutuhan
sehari-hari, baik minum maupun kebutuhan lainnya. Mereka hanya mengandalkan
hujan untuk mendapatkan air. Apabila musim kemarau tiba, masyarakat susah
mendapat sumber air.
Raja Raden Arya
Bangah melakukan lelana brata atau laku batin untuk mendapatkan petunjuk dari
dewa. Akhirnya Raja mendapatkan petunjuk dari dewa untuk bersemedi di puncak
gunung di desa Andhong agar desa Gumenggeng selamat dari kekeringan. Untuk
melakukan semedi tersebut, raja mengadakan sayembara untuk seluruh masyarakat
yang sanggup melakukan semedi akan mendapat hadiah tanah. Sayembara itu tersebar ke seluruh desa da
nada satu warga yang dapat melaksanakan sayembara tersebut, dia adalah Kyai
Jala Ijo.
Kyai Jala Ijo melakukan semedi sambil mengucapkan “mandeng pucuking
grana, sedakep saluku tunggal, nutup babahan hawa songo, muji marang dzat kang
mubeng waseso”. Yang artinya memandang puncak bulan purnama bersendakap
menghadapkan jiwa dan hati ke satu tujuan yaitu Tuhan,
menutup jalan lubang Sembilan hawa nafsu memuji kepada sang maha pencipta
segala. Kyai Jala Ijo mengucapkannya dengan penuh kekhusyukan demi berharap
mendapat petunjuk dari yang maha kuasa. Hingga akhirnya dia mendapat bisikan
untuk menyungkil tanah yang masih dalam wilayah kerajaan. Kemudian Kyai Jala
Ijo mencukil tanah dengan menancapkan tongkatnya. Akhirnya tanah tersebut
mengeluarkan air dan berubah menjadi goa yang bentuknya seperti terowongan.
Terowongan dalam bahasa jawa berarti Rong
atau lubang. Demikian kenapa dinamakan Goa Ngerong yang berarti terowongan.
Air melimpah yang didapatkan dari goa ngerong membuat warga
Gumenggeng tidak lagi kesulitan dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari. Bahkan
karena keindahan bentuk goa ini, banyak warga yang berdatangan hanya sekadar
mengobati rasa penasaran terhadap goa tersebut. Apalagi semakin lama semakin
banyak hewan yang tinggal di dalam goa, seperti kelawar, ikan bader, ikan buta
dan kura-kura putih. Menurut cerita ikan-ikan yang ada di goa adalah binatang
peliharaan Putri Raden Arya Bangah.
Berdasarkan asal usul penamaan goa ngerong tersebut dapat
ditentukan struktur cerita, yaitu: (a) tokoh cerita adalah Raden Arya Bangah
adalah seorang raja, Kyai Jala Ijo adalah warga yang bersemedi untuk
mendapatkan air. Putri Raden Arya Bangah yang memelihara ikan di goa; (b) latar
cerita di sebuah kerajaan di dusun Gumeng,
desa Banjaragung, kecamatan Rengel, kabupaten Tuban, di
puncak gunung di desa Andhong agar desa Gumenggeng, dan di goa Ngerong; (c)
alur yang digunakan adalah alur maju; (d) perwatakan Raden arya Bangah adalah
raja yang baik, adil, dan peduli terhadap rakyatnya. Kyai Jala Ijo adalah warga
yang baik yang bersedia bersemedi demi mendapatkan air untuk keberlangsungan
hidup seluruh rakyat. Putri Radeng Arya Bangah adalah putri yang baik yang
mencintai binatang sebagai sesama mahluk hidup; (e) sudut pandang dilihat dari
orang ketiga yaitu membaca yang menceritakan kembali legenda goa ngeroh; (f)
amanat yang dapat dilihat dari legenda ini adalah menjadi pemimpin yang
bertanggung jawab, melaksanakan tugas dengan sebaik-baiknya, mencintai sesama
makhluk hidup dan mengharapkan kebaikan hanya
dari Yang Maha Kuasa.
2.
Mitos
Goa Ngerong selain memiliki pesona yang indah juga
menyimpan banyak mitos. Menurut Hutomo, (1991:63) Mitos adalah cerita-cerita
suci yang mendukung sistem kepercayaan atau agama (religi). Di dalam goa
Ngerong ada beberapa hewan yang
tinggal di dalamnya. Air yang jernih, dalam dan mengalir membuat goa Ngerong
ditinggali beberapa binatang, seperti Kelelawar, ikan dan kura-kura. Mitos yang
muncul dalam legenda Goa Ngerong yaitu:
a.
Kyai Jala
Ijo mendapat bisikan untuk mencukil tanah yang masih di wilayah kerajaan. Beiau
mencukil tanah dengan tongkat sehingga mengalir air dari dalamnya. Mitos Kyai
Jala Ijo mendapat bisikan dapat diterima dengan nalar bahwa seorang Kyai dianggap dekat dengan Tuhan,
sehingga menjadi wakil suatu masyarakat dalam permohonan sesuatu, bahwan yang
mustahil dapat dilakukan oleh sesorang yang dekat dengan Tuhan. Penggunaan nama
Jala juga dikaitkan dengan alat
penangkap ikan. Ikan berada di air, dan di dalam goa ngerong terdapat air dan
ikan. Itulah mengapa jala digunakan dalam penamaan tokoh dalam legenda goa
Ngerong.
b.
Ikan yang
berada di goa ngerong tidak boleh dibawa pulang apalagi dimakan. Hal ini dapat
diterima dengan nalar, karena didalam goa ngerong terdapat jutaan kelelawar
sehingga apabila kotoran kelelawar termakan oleh ikan dan apabila ikan itu
dimakan manusia, maka manusia bisa saja keracunan dan mati karena memakan ikan
tersebut.
3.
Simbol
Menurut Endraswara (2003:155) aspek yang diangkat
dalam penelitian sastra lisan salah satunya adalah mengkaji pesan, dan makna
sastra lisan, yaitu nilai-nilai apa yang hendak disampaikan, simbol-simbol apa
yang digunakan untuk membungkus pesan, apakah masih relevan bagi masyarakat
sekarang. Simbol yang tampak dalam legenda goa ngerong, yaitu:
a.
Raja mendapatkan petunjuk
dari dewa untuk bersemedi di puncak gunung di desa Andhong. Puncak gunung merupakan tempat
tertinggi. Dewa adalah tataran tertinggi yang disembah dan simbol kesempurnaan
serta kemuliaan.
b.
Kyai Jala
Ijo adalah simbol bahwa Kyai adalah
orang yang dianggap dekat dengan Tuhan sehingga setiap doanya dianggap pasti
diterima oleh Yang Maha Kuasa. Jala
adalah jaring yang oleh orang Jawa digunakan untuk menangkap ikan, yang berarti
jala pastilah dapat menangkap keberkahan, sehingga jika Tuhan menurunkan
kebaikan dapat ditangkap dengan baik.
4.
Fungsi
Menurut Endraswara (2003:155) aspek yang diangkat
dalam penelitian sastra lisan, salah satunya adalah mengkaji fungsi sastra
lisan, antara lain untuk control social politik, mendidik masyarakat, menyindir
dan sebagainya. Sedangkan menurut Vladimir Propp menyatakan bahwa fungsi selalu
dikaitkan dengan perwatakan tokoh. Perwatakan amat didukung oleh sudut pandang
cerita. Berdasarkan perwatakan tokoh, dapat diketahui bahwa fungsi legenda Goa Ngerong
adalah untuk mendidik masyarakat, bahwa sebagai pemimpin harus bertanggung
jawab, melaksanakan tugas dengan baik demi kemakmuran rakyat. Dan juga
mengajarkan untuk menyayangi sesame makhluk hidup. Bisa juga dikatakan
menyindir pemimpin yang dianggap tidak melaksanakan tugasnya dengan baik, agar
dapat meniru sisi baik dari legenda goa ngerong. Juga sebagai sindiran pada
orang-orang yang suka menyiksa binatang, agar menyayangi binatang sebagai
sesame makhluk hidup.
SIMPULAN
Struktur
cerita adalah : (a) tokoh cerita adalah Raden Arya Bangah adalah
seorang raja, Kyai Jala Ijo adalah warga yang bersemedi untuk mendapatkan air.
Putri Raden Arya Bangah yang memelihara ikan di goa; (b) latar cerita di sebuah
kerajaan di dusun Gumeng, desa
Banjaragung, kecamatan Rengel, kabupaten Tuban, di
puncak gunung di desa Andhong agar desa Gumenggeng, dan di goa Ngerong; (c)
alur yang digunakan adalah alur maju; (d) perwatakan Raden arya Bangah adalah
raja yang baik. Kyai Jala Ijo adalah warga yang baik. Putri Radeng Arya Bangah
adalah putri yang baik.; (e) sudut pandang dilihat dari orang ketiga; (f)
amanat yang dapat dilihat dari legenda ini adalah menjadi pemimpin yang
bertanggung jawab, melaksanakan tugas dengan sebaik-baiknya, mencintai sesama
makhluk hidup dan mengharapkan kebaikan
hanya dari Yang Maha Kuasa. Mitos yang muncul, yaitu: (a) Kyai Jala Ijo mendapat bisikan untuk mencukil tanah yang masih di
wilayah kerajaan, beliau mencukil tanah
dengan tingkat dan keluar air mengalir padahal tanah kerajaan berada di sekitar
gunung kapur; (b) Ikan yang berada di goa ngerong tidak boleh dimakan. Simbol
yang tampak dalam legenda goa ngerong, yaitu: (a) Raja
mendapatkan petunjuk dari dewa untuk bersemedi di puncak gunung di desa Andhong. Puncak gunung merupakan tempat tertinggi.
Dewa adalah tataran tertinggi yang disembah dan simbol kesempurnaan serta
kemuliaan; (b)Kyai Jala Ijo adalah simbol bahwa Kyai adalah
orang yang dianggap dekat dengan Tuhan sehingga setiap doanya dianggap pasti
diterima oleh Yang Maha Kuasa. Fungsi legenda goa Ngerong adalah mendidik dan
menyindir. Berdasarkan penelitian tersebut diharapkan dapat mengukuhkan rasa
tanggung jawab terhadap tugas yang diemban, serta dapat meletarikan bagian dari
budaya Indonesia.
DAFTAR RUJUKAN
Ahimsa-Putra,
Heddy Shri. 2012. Strukturalismr
Levi-Strauss, Mitos dan Karya Sastra. Yogyakarta:UGM Press.
Danandjaja,
James. 1991. Folklor Indonesia Ilmu Gosip
Dongeng dan lain-lain. Jakarta: Pustaka Grafiti.
Endraswara,
Suwardi. 2003. Metodologi Penelitian
Sastra. Yogyakarta: Pustara Widyatama.
Hutomo, Suripan
Sadi. 1991. Mutiara Yang Terlupakan
(Pengantar Studi Sastra Lisan). Surabaya:HISKI
Purwadi, M. Hum.
2007. Ensiklopedi Adat Istiadat Budaya
Jawa. Jogjakarta: Panji Pustaka
Rariek, M. 2010.
Teori Sastra. Kajian Teori dan Praktik.
Bandung:Refika Aditama.
Sobur, Alex.
2001. Analisis Teks Media. Bandung:
PT. Remaja Rosdakarya.
Sutejo dan
Kasnadi. 2010. Kajian Prosa (Kiat
Menyisir Dunia Prosa). Yogyakarta: Pustaka Felicha.
Taum, Yosept
Yapi. 2011. Teori-teori Analisis Sastra
Lisan: Strukturalisme Levi-Strauss. Yogyakarta:Lamalera.
Wellek, Rene dan
Austin Warren. 1995. Teori Kesusastraan.
Jakarta:PT. Gramedia
No comments:
Post a Comment