Tuesday, October 2, 2018

ANALISIS STRUKTURALISME LEVI-STRAUSS, MITOS, SIMBOL DAN FUNGSI LEGENDA GOA NGERONG DI KECAMATAN RENGEL KABUPATEN TUBAN BAGI MASYARAKAT SEKITARNYA (KAJIAN FOLKLOR)


ANALISIS STRUKTURALISME LEVI-STRAUSS, MITOS, SIMBOL DAN FUNGSI LEGENDA GOA NGERONG  DI KECAMATAN RENGEL KABUPATEN TUBAN BAGI MASYARAKAT SEKITARNYA (KAJIAN FOLKLOR)

Kiki Astrea, M.Pd.

Universitas Islam Darul Ulum Lamongan










Abstract

Oral Literature is part of folklore which is one of the cultures spread by word of mouth. This research tries to study folklore of Ngerong Goa legend that exist in District Rengel Tuban Regency. In addition, this study will describe the structure, myth, symbols and functions that exist in the legend of Goa Ngerong. Qualitative descriptive approach. The data source used is the recording obtained from the community around Goa Ngerong. The data used in the form of stories that are written based on the recording in the can from the community around Goa Ngerong. Data collection by specifying objects and recording. Method of data analysis by processing, collecting data based on result of recording then conducted recording and analysis of data to be presented. The myth that comes up is not to eat fish coming from the cave Ngerong, because it is considered a sacred fish. Whereas for visitors cave, will get lucky if can bring home fish.



Abstrak

Sastra Lisan adalah bagian dari folklor yang merupakan salah satu kebudayaan yang penyebarannya dilakukan dari mulut ke mulut. Penelitian ini berusaha mengkaji folklor legenda Goa Ngerong yang ada di Kecamatan Rengel Kabupaten Tuban. Selain itu, penelitian ini akan mendeskripsikan struktur, mitos, simbol dan fungsi yang ada dalam legenda Goa Ngerong. Pendekatan deskriptif kualitatif. Sumber data yang digunakan adalah rekaman yang didapat dari masyarakat sekitar Goa Ngerong. Data yang digunakan berupa cerita yang di tulis berdasarkan rekaman yang di dapat dari masyarakat sekitar Goa Ngerong. Pengumpulan data dengan menentukan objek dan melakukan perekaman. Metode analisis data dengan mengolah, mengumpulkan data berdasarkan hasil rekamanan lalu dilakukan pencatatan dan analisis data yang akan disajikan. Mitos yang muncul adalah tidak boleh memakan ikan yang berasal dari goa Ngerong, karena dianggap ikan keramat. Padahal bagi pengunjung goa, akan mendapat keberuntungan jika dapat membawa pulang ikan.





PENDAHULUAN

Masyarakat Indonesia mempunyai beragam kebudayaan yang merupakan warisan leluhur dan dilaksanakan secara turun temurun. Salah satu kebudayaan yang masih dilaksanakan sampai saat ini adalah “adat-istiadat” (Purwadi, 2007:12). Adat-istiadat adalah suatu kebiasaan yang dilaksanakan suatu masyarakat. Kebiasaan ini terjadi karena adanya warisan leluhur yang dilaksanakan secara turun-temurun. Kebiasaan yang diwariskan yang penyebarannya lewat mulut-ke mulut dan tidak dibukukan  bisa disebut sastra lisan. Sastra lisan adalah bagian dari folklor Indonesia yang mempunyai nilai-nilai luhur dalam sastra. Di Indonesia, sastra lisan masih banyak kita jumpai. Bahkan di setiap daerah di Indonesia memiliki sastra lisan. Ada beberapa bentuk sastra lisan, diantaranya, legenda, lagu dolanan, dongeng dan mitos. 

Istilah mitos, mite adat dongeng biasanya mengingatkan kita pada suatu kisah atau ceritera yang aneh, janggal atau lucu, dan umumnya sulit dimengerti maknanya, tidak dapat diterima kebenarannya, atau tidak perlu ditanggapi secara serius isinya. Kisah tersebut umumnya dianggap sebagai hasil karya iseng saja, karena isinya kebanyakan tidak sesuai dengan kenyataan sehari-hari (Heddy, 2012:181).

Goa Ngerong yang berada di Kecamatan Ngerong Kabupaten Tuban menyimpan legenda dengan berbagai simbol dan mitos didalamnya, yang membuat goa tersebut sering dikunjungi wisatawan, baik yang ingin melihat kebentungan mereka, maupun sekadar berkunjung. Mitos yang muncul adalah tidak boleh memakan ikan yang berasal dari goa Ngerong, karena dianggap ikan keramat. Padahal bagi pengunjung goa, akan mendapat keberuntungan jika dapat membawa pulang ikan.

Penelitian mitos Levi-Strauss pernah dilakukan oleh Chusnul Chotimah pada skripsinya yang berjudul Diskursus Kasta dalam Kitab Mahabarata Karya C. Rajagopalachari (Analisis Strukturalisme Levi-Strauss). Penelitian ini menemukan bahwa  prinsip dasar aturan kasta adalah bersifat endogamis. Kasta membutuhkan endogamy untuk bisa mempertahankan identitas yang berbeda dan definisi kelompok yang berbeda pula pada kitab Mahabarata Karya C. Rajagopalachari. Berbeda dengan penelitian tersebut, penelitian ini mendeskripsikan mitos, simbol dan fungsi yang ada dalam Legenda Goa Ngerong yang ada di Kecamatan Rengel Kabupaten Tuban.

          Mitos yang ada di Goa Ngerong dapat dilihat berdasarkan Simbol yang muncul dalam legenda Goa Ngerong. Hal inilah yang menjadi daya Tarik Goa Ngerong sehingga didatangi banyak pengunjung setiap harinya. Kebanyakan mereka ingin melihat keberuntungan mereka, tetapi tidak jarang juga yang datang hanya ingin melihat bentuk goa nya saja. Hal inilah yang melatarbelakangi penelitian, sehingga sastra lisan dapat dilestarikan dan menjadi kebudayaan yang akan terus diingat oleh masyarakat Indonesia terutama masyarakat sekitar Goa Ngerong.

Berdasarkan latar belakang tersebut, peneliti memfokuskan permasalahan berikut: 1) Bagaimana struktur legenda goa Ngerong di kecamatan Rengel kabupaten Tuban?;  2) Bagaimana simbol legenda goa Ngerong di kecamatan Rengel, kabupaten Tuban?; 3) Bagaimana mitos Legenda goa Ngerong di kecamatan Rengel, kabupaten Tuban?; dan 4) bagaimana fungsi Legenda goa Ngerong di kecamatan Rengel kabupaten Tuban?.



TEORI

Menurut Taum (2011:1) Claude Lévi-Strauss (1908-2009) adalah seorang ahli antropologi danetnografi terkemuka Prancis yang dikenal sebagai bapak antropologi modern. Pandangannya yang utama adalah struktur pemikiran manusia purba (savagemind) sama dengan struktur pemikiran manusia modern (civilized mind) karena sifat dasar manusia sebenarnya sama. Pemikiran ini dituangkannya dalam bukunya yang terkenal Tristes Tropiques yang menempatkan Levi-Strauss sebagaisalah satu tokoh terpenting aliran strukturalis. Gagasannya diterima di lingkunganilmu-ilmu humaniora dan filsafat.Levi-Strauss memberikan perhatian khusus pada mitos, yang menurutnya memiliki kualitas logis dan bukan estetis, psikologis, ataupun religious. Dia menganggap mitos sebagai bahasa, sebuah narasi yang sudah dituturkan untuk diketahui.

Strukturalisme adalah teori yang menyatakan bahwa seluruh organisasi manusia ditentukan secara luas oleh struktur social atau psikologi yang mempunyai logika independen yang sangat menarik berkaitan dengan maksud, keinginan, maupun tujuan manusia. Bagi Freud, strukturnya adalah psyche; bagi Marx, strukturnya adalah ekonomi; dan bagi Saussure, strukturnya adalah bahasa. Kesemua itu mendahului subjek manusia individual atau human agent dan menentukan apa yang akan dilakukan manusia pada semua keadaan ( Inglis, 1990 dalam Sobur, 2001:104). berdasar pada teori tersebut Kasnadi dan Sutejo (2010:5) berpendapat bahwa, sebuah kajian structural dapat ditempuh dengan cara melakukan identifikasi, pengkajian, dan pendeskripsian fungsi dan unsur intrinsic yang membangun sebuah karya fikksi.

Penelitian ini menerapkan teori strukturalis Levi-Strauss, analisis yang dilakukan atas beberapa prinsip:

1.      Bahwa mitos mengandung makna-makna tertentu. Seperti halnya mimpi individual yang harus dianalisis untuk mengetahui maknanya, mitos atau dongeng sebagai suatu “mimpi kolektif” juga perlu dianalisis untuk diungkapkan makna-makna kolektifnya.

2.      Dongeng juga dapat dilihat sebagai suatu fenomena kebahasaan, yang baru dapat dipahami pesannya jika kita telah mengetahui struktur dan makna sebagai elemen yang ada didalamnya.

Sastra lisan adalah kesastraan yang mencangkup ekspresi kesastraan warga suatu kebudayaan yang disebarkan dan turun temurun secara lisan, (Hutomo, 1991:1). Sastra lisan dibagi menjadi dua bagian yaitu sastra lisan primer dan sastra lisan sekunder. Perbedaan dari keduanya terletak pada ciri masing-masing yaitu:

Ciri-ciri sastra lisan primer :

1.      Penyebarannya melalui mulut ke mulut yang disebarkan baik dari segi waktu maupun ruang melalui percakapan.

2.      Lahir didalam masyarakat yang masih bercorak desa, masyarakat diluar kota atau masyarakat yang belum mengenal huruf.

3.      Menggambarkan ciri budaya suatu masyarakat

4.      Tidak diketahui siapa pengarangnya dan karena itu menjadi milik masyarakat

5.      Bercorak puitis teratur dan berulang-ulang

6.      Tidak menenekankan fakta dan kebenaran, lebih menekankan pada aspek khayalan atau fantasi yang tidak diterima oleh masyarakat modern, tetapi sastra lisan meliki fungsi penting didalam masyarakat.

7.      Terdiri atas berbagai versi

8.      Bahasa menggunakan gaya bahasa lisan (sehari-hari) mengandung dialek, terkadang tidak lengkap (Hutomo, 1991:3-4)

Sedangkan sastra lisan sekunder merupakan sistem produksi sastra tulis, sebagai perwujudan, penyebar luasan informasi atau sosialisa sastra tulis. Jika dilihat dari segi penuturnya sastra lisan dibagi menjadi dua, yaitu:

1.      Sastra lisan yang bernilai sastra (mengandung estetika)

2.      Sastra lisan yang tidak bernilai sastra.

Sastra lisan adalah bagian dari folklor. Istilah folklor merupakan pengindonesiaan dari kata folklore dalam arti bahasa Inggris yang berasal dari kata folk dan lore. Folk memiliki pengertian kolektif. Menurut  Alan Dundes,  folk adalah sekelompok orang yang memiliki ciri-ciri pengenal fisik, sosial, dan kebudayaan, sehinga dapat dibedakan dari kelompok-kelompok lainnya (Danandjaya, 1991:1)

Brunvand (dalam Rafiek, 2010: 52-53) Folklor digolongkan menjadi tiga macam yaitu, 1) folklor lisan, 2) folklor setengah lisan, dan 3) folklor bukan lisan. Bentuk folklore lisan antara lain(a) bahasa rakyatseperti logat, julukan, pangkat tradisional dan titel kebangsawanan; (b) ungkapan tradisional, seperti pepatah, peribahasa, dan pemeo; (c) pertanyaan tradisional, seperti teka-teki; (d) puisi rakyat, seperti pantun, gurindam, dan syair; (e) cerita prosa, seperti mitos, legenda, dan dongeng, dan (f) nyanyian rakyat.

Legenda merupakan bagian dari sastra lisan. Legenda goa Ngerong tidak banyak diketahui oleh masyarakat, kebanyakan pengunjung goa Ngerong hanya ingin melihat ikan yang berada di goa, karena menurut mitos masyarakat sekitar siapa yang dapat melihat dan menyentuh ikan yang ada di goa Ngerong berarti mereka akan mendapat keberuntungan.  Legenda sendiri menurut William R.Bascom Hutomo (1991:64) adalah cerita yang mirip dengan mite, yatu yang benar-benar terjadi, tetapi tidak dianggap suci. Berlainan dengan mite, legenda ditokohi oleh manusia biasa walaupun adakalanya mempunyai sifat-sifat luar biasa, atau sering juga dibantu makhluk-makhluk gaib (halus). Tempat terjadinya legenda adalah di dunia seperti yang kita kenal sekarang. Waktu terjadinya belum begitu lampau.

Dalam penelitian ini, fokus utama adalah Simbol dan Mitos. Simbol adalah sebuah tanda di mana hubungan antara signifier dan signified semata-mata adalah masalah konvensi, kesepakatan atau peraturan (van Zoest dalam Sobur, 2001:126).

Menurut Hamad (dalam Sobur 2001:140) Secara substansi, semiotik adalah kajian yang concern dengan dunia simbol. Alasannya, seluruh isi media massa pada dasarnya simbolik. Bahasa adalah alat komunikasi atau alat penghubung antar-manusia. Komunikasi antarmanusia diadakan antara lain dengan menggunakan bunyi yang dihasilkan alat ucap. Komunikasi antar umat manusia juga dapat menggunakan bentuk lain, yaitu dengan simbol-simbol.

Berdasarkan kedua pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa simbol adalah sebuah tanda yang dihasilkan baik berupa bunyi bahasa maupun dengan bentuk lainnya. Selain simbol, dalam penelitian ini juga akan meneliti mitos yang ada di goa Ngerong kecamatan Rengel kabupaten Tuban. sebelum menganalisis hasil penelitian, akan dilakukan analisis struktur legenda goa Ngerong untuk diketahui mitos dan simbol yang ada di goa Ngerong.

Mitos adalah bagian dari ritual yang diucapkan, cerita yang diperagakan oleh ritual. Dalam suatu masyarakat, ritual dilakukan oleh pemuka-pemuka agama untuk menghindarkan bahaya atau mendatangkan keselamatan. Ritual adalah ‘cara’ yang selalu dan setiap kali diperlukan, misalnya berkaitan panen, kesuburan, inisiasi anak muda kedalam kebudayaan masyarakat dan kematian. Tetapi dalam pengertian yang luas, mitos berarti cerita-cerita anonim mengenal asal muasal alam semesta dan nasib serta tujuan hidup: penjelasan-penjelasan yang diberikan oleh suatu masyarakat kepada anak-anak mereka mengenai dunia, tingkah laku manusia, citraan alam dan tujuan hidup manusia. Penjelasan-penjelasan ini bersifat mendidik (Wellek dan Warren, 1995:243)

Menurut Heddy (2012:181) istilah mitos, mite adat dongeng biasanya mengingatkan kita pada suatu kisah atau ceritera yang aneh, janggal atau lucu, dan umumnya sulit dimengerti maknanya, tidak dapat diterima kebenarannya, atau tidak perlu ditanggapi secara serius isinya. Kisah tersebut umumnya dianggap sebagai hasil karya iseng saja, karena isinya kebanyakan tidak sesuai dengan kenyataan sehari-hari.

Pada dasarnya, dongeng atau legenda menurut Vladimir Propp dalam Endraswara (2003:155) telah memberikan rambu-rambu analisis cerita dan fungsinya. Dia telah menemukan beberapa teori fungsi yang penting, yaitu: a) istilah fungsi merupakan unsur dongeng sastra lisan yang paling mantap dan tidak berubah, walaupun tokoh yang mendukung fungsi berganti; b) fungsi sastra lisan terbatas jumlahnya, kurang lebih ada 31 fungsi; c) urutan fungsi dalam dongeng selalu sama; d) sebuah dongeng hanya mewakili satu tipe saja jika dilihat dari strukturnya. Fungsi tersebut selalu dikaitkan dengan perwatakan tokoh. Perwatakan amat didukung oleh sudut pandang cerita.

METODE

Penelitian ini bersifat kualitatif artinya yang dikumpulkan bukan berupa angka-angka melainkan kata-kata atau gambaran sesuatu. Penelitian ini juga dilakukan semata-mata hanya berdasarkan pada fakta yang ada atau fenomena yang mungkin secara empiris hidup pada masyarakat sehingga yang dihasilkan berupa teks lisan. Objek penelitian ini adalah legenda Goa Ngerong yang ada di kecamatan Rengel kabupaten Tuban. Objek penelitian didapat dari wawancara langsung dengan informan dilapangan. Dengan teknik pengumpulan data, yaitu teknik observasi, teknik wawancara, teknik pencatatan, teknik perekaman dan teknik dokumentasi. Kemudian dilakukan penentuan setting penelitian, menentukan informan, melakukan penerjemahan data, dan dianalisis dengan menggunakan metode deskriptif kualitatif dan analisis isi untuk mengetahui bagaimana struktur Legenda Goa Ngerong, bagaimana mitos legenda, bagaimana simbol legenda serta bagaimana fungsi legenda goa Ngerong.



HASIL DAN PEMBAHASAN

1.      Struktur Legenda Goa Ngerong

Berdasarkan wawancara terhadap Lasrip warga sekitar Goa Ngerong di kecamatan Rengel kabupaten Tuban. asal mula goa ngerong dahulunya adalah kerajaan Gumenggeng yang ada di dusun Gumeng, desa Banjaragung, kecamatan Rengel, kabupaten Tuban. sekitar ribuan tahun lalu raja Gumenggeng bernama Raden Arya Bangah adalah putra dari Kyai Gede Lele Lontang. Kerajaan tersebut berada di pegunungan kapur yang sulit mendapatkan sumber air untuk kebutuhan sehari-hari, baik minum maupun kebutuhan lainnya. Mereka hanya mengandalkan hujan untuk mendapatkan air. Apabila musim kemarau tiba, masyarakat susah mendapat sumber air.

Raja Raden Arya Bangah melakukan lelana brata atau laku batin untuk mendapatkan petunjuk dari dewa. Akhirnya Raja mendapatkan petunjuk dari dewa untuk bersemedi di puncak gunung di desa Andhong agar desa Gumenggeng selamat dari kekeringan. Untuk melakukan semedi tersebut, raja mengadakan sayembara untuk seluruh masyarakat yang sanggup melakukan semedi akan mendapat hadiah tanah.  Sayembara itu tersebar ke seluruh desa da nada satu warga yang dapat melaksanakan sayembara tersebut, dia adalah Kyai Jala Ijo.

Kyai Jala Ijo melakukan semedi sambil mengucapkan “mandeng pucuking grana, sedakep saluku tunggal, nutup babahan hawa songo, muji marang dzat kang mubeng waseso”. Yang artinya memandang puncak bulan purnama bersendakap menghadapkan jiwa dan hati ke satu tujuan yaitu    Tuhan, menutup jalan lubang Sembilan hawa nafsu memuji kepada sang maha pencipta segala. Kyai Jala Ijo mengucapkannya dengan penuh kekhusyukan demi berharap mendapat petunjuk dari yang maha kuasa. Hingga akhirnya dia mendapat bisikan untuk menyungkil tanah yang masih dalam wilayah kerajaan. Kemudian Kyai Jala Ijo mencukil tanah dengan menancapkan tongkatnya. Akhirnya tanah tersebut mengeluarkan air dan berubah menjadi goa yang bentuknya seperti terowongan. Terowongan dalam bahasa jawa berarti Rong atau lubang. Demikian kenapa dinamakan Goa Ngerong yang berarti terowongan.

Air melimpah yang didapatkan dari goa ngerong membuat warga Gumenggeng tidak lagi kesulitan dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari. Bahkan karena keindahan bentuk goa ini, banyak warga yang berdatangan hanya sekadar mengobati rasa penasaran terhadap goa tersebut. Apalagi semakin lama semakin banyak hewan yang tinggal di dalam goa, seperti kelawar, ikan bader, ikan buta dan kura-kura putih. Menurut cerita ikan-ikan yang ada di goa adalah binatang peliharaan Putri Raden Arya Bangah.

Berdasarkan asal usul penamaan goa ngerong tersebut dapat ditentukan struktur cerita, yaitu: (a) tokoh cerita adalah Raden Arya Bangah adalah seorang raja, Kyai Jala Ijo adalah warga yang bersemedi untuk mendapatkan air. Putri Raden Arya Bangah yang memelihara ikan di goa; (b) latar cerita di sebuah kerajaan di dusun Gumeng, desa Banjaragung, kecamatan Rengel, kabupaten Tuban, di puncak gunung di desa Andhong agar desa Gumenggeng, dan di goa Ngerong; (c) alur yang digunakan adalah alur maju; (d) perwatakan Raden arya Bangah adalah raja yang baik, adil, dan peduli terhadap rakyatnya. Kyai Jala Ijo adalah warga yang baik yang bersedia bersemedi demi mendapatkan air untuk keberlangsungan hidup seluruh rakyat. Putri Radeng Arya Bangah adalah putri yang baik yang mencintai binatang sebagai sesama mahluk hidup; (e) sudut pandang dilihat dari orang ketiga yaitu membaca yang menceritakan kembali legenda goa ngeroh; (f) amanat yang dapat dilihat dari legenda ini adalah menjadi pemimpin yang bertanggung jawab, melaksanakan tugas dengan sebaik-baiknya, mencintai sesama makhluk  hidup dan mengharapkan kebaikan hanya dari Yang Maha Kuasa.

2.      Mitos

Goa Ngerong selain memiliki pesona yang indah juga menyimpan banyak mitos. Menurut Hutomo, (1991:63) Mitos adalah cerita-cerita suci yang mendukung sistem kepercayaan atau agama (religi). Di dalam goa Ngerong ada beberapa hewan yang tinggal di dalamnya. Air yang jernih, dalam dan mengalir membuat goa Ngerong ditinggali beberapa binatang, seperti Kelelawar, ikan dan kura-kura. Mitos yang muncul dalam legenda Goa Ngerong yaitu:

a.       Kyai Jala Ijo mendapat bisikan untuk mencukil tanah yang masih di wilayah kerajaan. Beiau mencukil tanah dengan tongkat sehingga mengalir air dari dalamnya. Mitos Kyai Jala Ijo mendapat bisikan dapat diterima dengan nalar bahwa seorang Kyai dianggap dekat dengan Tuhan, sehingga menjadi wakil suatu masyarakat dalam permohonan sesuatu, bahwan yang mustahil dapat dilakukan oleh sesorang yang dekat dengan Tuhan. Penggunaan nama Jala juga dikaitkan dengan alat penangkap ikan. Ikan berada di air, dan di dalam goa ngerong terdapat air dan ikan. Itulah mengapa jala digunakan dalam penamaan tokoh dalam legenda goa Ngerong.

b.      Ikan yang berada di goa ngerong tidak boleh dibawa pulang apalagi dimakan. Hal ini dapat diterima dengan nalar, karena didalam goa ngerong terdapat jutaan kelelawar sehingga apabila kotoran kelelawar termakan oleh ikan dan apabila ikan itu dimakan manusia, maka manusia bisa saja keracunan dan mati karena memakan ikan tersebut.

3.      Simbol

Menurut Endraswara (2003:155) aspek yang diangkat dalam penelitian sastra lisan salah satunya adalah mengkaji pesan, dan makna sastra lisan, yaitu nilai-nilai apa yang hendak disampaikan, simbol-simbol apa yang digunakan untuk membungkus pesan, apakah masih relevan bagi masyarakat sekarang. Simbol yang tampak dalam legenda goa ngerong, yaitu:

a.       Raja mendapatkan petunjuk dari dewa untuk bersemedi di puncak gunung di desa Andhong. Puncak gunung merupakan tempat tertinggi. Dewa adalah tataran tertinggi yang disembah dan simbol kesempurnaan serta kemuliaan.

b.      Kyai Jala Ijo adalah simbol bahwa Kyai adalah orang yang dianggap dekat dengan Tuhan sehingga setiap doanya dianggap pasti diterima oleh Yang Maha Kuasa. Jala adalah jaring yang oleh orang Jawa digunakan untuk menangkap ikan, yang berarti jala pastilah dapat menangkap keberkahan, sehingga jika Tuhan menurunkan kebaikan dapat ditangkap dengan baik.

4.      Fungsi

Menurut Endraswara (2003:155) aspek yang diangkat dalam penelitian sastra lisan, salah satunya adalah mengkaji fungsi sastra lisan, antara lain untuk control social politik, mendidik masyarakat, menyindir dan sebagainya. Sedangkan menurut Vladimir Propp menyatakan bahwa fungsi selalu dikaitkan dengan perwatakan tokoh. Perwatakan amat didukung oleh sudut pandang cerita. Berdasarkan perwatakan tokoh, dapat diketahui bahwa fungsi legenda Goa Ngerong adalah untuk mendidik masyarakat, bahwa sebagai pemimpin harus bertanggung jawab, melaksanakan tugas dengan baik demi kemakmuran rakyat. Dan juga mengajarkan untuk menyayangi sesame makhluk hidup. Bisa juga dikatakan menyindir pemimpin yang dianggap tidak melaksanakan tugasnya dengan baik, agar dapat meniru sisi baik dari legenda goa ngerong. Juga sebagai sindiran pada orang-orang yang suka menyiksa binatang, agar menyayangi binatang sebagai sesame makhluk hidup.





SIMPULAN

Struktur cerita adalah : (a) tokoh cerita adalah Raden Arya Bangah adalah seorang raja, Kyai Jala Ijo adalah warga yang bersemedi untuk mendapatkan air. Putri Raden Arya Bangah yang memelihara ikan di goa; (b) latar cerita di sebuah kerajaan di dusun Gumeng, desa Banjaragung, kecamatan Rengel, kabupaten Tuban, di puncak gunung di desa Andhong agar desa Gumenggeng, dan di goa Ngerong; (c) alur yang digunakan adalah alur maju; (d) perwatakan Raden arya Bangah adalah raja yang baik. Kyai Jala Ijo adalah warga yang baik. Putri Radeng Arya Bangah adalah putri yang baik.; (e) sudut pandang dilihat dari orang ketiga; (f) amanat yang dapat dilihat dari legenda ini adalah menjadi pemimpin yang bertanggung jawab, melaksanakan tugas dengan sebaik-baiknya, mencintai sesama makhluk  hidup dan mengharapkan kebaikan hanya dari Yang Maha Kuasa. Mitos yang muncul, yaitu: (a) Kyai Jala Ijo mendapat bisikan untuk mencukil tanah yang masih di wilayah kerajaan, beliau  mencukil tanah dengan tingkat dan keluar air mengalir padahal tanah kerajaan berada di sekitar gunung kapur; (b) Ikan yang berada di goa ngerong tidak boleh dimakan. Simbol yang tampak dalam legenda goa ngerong, yaitu: (a) Raja mendapatkan petunjuk dari dewa untuk bersemedi di puncak gunung di desa Andhong. Puncak gunung merupakan tempat tertinggi. Dewa adalah tataran tertinggi yang disembah dan simbol kesempurnaan serta kemuliaan; (b)Kyai Jala Ijo adalah simbol bahwa Kyai adalah orang yang dianggap dekat dengan Tuhan sehingga setiap doanya dianggap pasti diterima oleh Yang Maha Kuasa. Fungsi legenda goa Ngerong adalah mendidik dan menyindir. Berdasarkan penelitian tersebut diharapkan dapat mengukuhkan rasa tanggung jawab terhadap tugas yang diemban, serta dapat meletarikan bagian dari budaya Indonesia.





DAFTAR RUJUKAN



Ahimsa-Putra, Heddy Shri. 2012. Strukturalismr Levi-Strauss, Mitos dan Karya Sastra. Yogyakarta:UGM Press.

Danandjaja, James. 1991. Folklor Indonesia Ilmu Gosip Dongeng dan lain-lain. Jakarta: Pustaka Grafiti.

Endraswara, Suwardi. 2003. Metodologi Penelitian Sastra. Yogyakarta: Pustara Widyatama.

Hutomo, Suripan Sadi. 1991. Mutiara Yang Terlupakan (Pengantar Studi Sastra Lisan). Surabaya:HISKI

Purwadi, M. Hum. 2007. Ensiklopedi Adat Istiadat Budaya Jawa. Jogjakarta: Panji Pustaka

Rariek, M. 2010. Teori Sastra. Kajian Teori dan Praktik. Bandung:Refika Aditama.

Sobur, Alex. 2001. Analisis Teks Media. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Sutejo dan Kasnadi. 2010. Kajian Prosa (Kiat Menyisir Dunia Prosa). Yogyakarta: Pustaka Felicha.

Taum, Yosept Yapi. 2011. Teori-teori Analisis Sastra Lisan: Strukturalisme Levi-Strauss. Yogyakarta:Lamalera.

Wellek, Rene dan Austin Warren. 1995. Teori Kesusastraan. Jakarta:PT. Gramedia










No comments:

Post a Comment