PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Psikolingustik
merupakan teori antara psikologi dan linguistik. Teori tersebut sangat berbeda
tetapi teori tersebut berhubungan dalam meneliti bahasa sebagai objek formal.
Sedangkan kegiatan berbahasa bukan hanya secara mekanistik tetapi juga secara
mentalistik. Di dalam kata psikologi membahas ilmu yang mengkaji jiwa manusia
yang bersifat abstrak sedangkan kata linguistik membahas tentang bahasa sebagai
objek kajian. Untuk itu teori psikolinguistik dapat menguraikan proses – proses
psikologi yang berlangsung jika seseorang mengucapkan kalimat-kalimat yang
didengarnya pada waktu berkomunikasi dan kemampuan berbahasa tersebut bisa
diperoleh dari manusia.
Psikolinguistik
dianggap sebagai cabang dari linguistik sedangkan linguistik dianggap sebagai
cabang dari psikologi. Sedangkan secara teoretis psikolinguistik memiliki
tujuan utama untuk mencari satu teori bahasa yang secara linguistik bisa
diterima dan secara psikologi dapat menerangkan hakikat bahasa dan
pemerolehannya. Lalu, dalam prakteknya psikolinguistik dapat menerapkan
pengetahuan linguistik dan psikologi pada masalah – masalah dalam bahasa
seperti penyakit bertutur (afasia, gagap, cedal dsb). Dengan demikian, kerja
sama antara psikologi dan linguistik setelah berlangsung belum cukup dalam
menerangkan hakikat bahasa tetapi membutuhkan bantuan ilmu bahasa yang lain
seperti neurofisiologi, neuropsikologis, neurolinguistik dsb. Maka meskipun
digunakan istilah psikolinguistik, bukan berarti hanya kedua bidang ilmu itu
saja yang diterapkan tetapi juga hasil penelitian dari ilmu – ilmu lain pun
dimanfaatkan
B.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan latar belakang maka dapat ditentukan
rumusan masalah sebagai berikut.
1.
Apa yang dimaksut dengan produksi
ujaran
2. Bagaimana
langkah umum produksi ujaran?
3. Bagaimana tindak ujar dalam psikolinguistik?
C.
Tujuan Penulisan
Adapuntujuan dari penulisan adalah sebagai berikut.
1.
Mengetahui pengertian dari produksi
ujaran.
2.
Mengetahui langkah umum dalam produksi
ujaran.
3.
Mengetahui tindak ujar dalam
psikolinguistik.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Ujaran
Proses
mental dalam berbahasa menyangkut berbagai aspek. Aspek pertama berkaitan
dengan asumsi kita tentang pengetahuan interlokutor, orang yang kita ajak
bicara. Sebagai pembicara kita harus tahu apa yang diketahui oleh lawan bicara
atau pendengar. Kalimat tidak akan bermakna jika semua informasi yang
disampaiakan merupakan informasi baru. Bagi sekelompok siswa yang diajar oleh
beberapa guru, salah satunya adalah Pak Budi, maka kalimat Pak Budi akan menerbitkan buku baru pastilah akan dimengerti
maknanya. Akan tetapi tidak dapat diketahui identitasnya. Hal tersebut dapat dikatan informasi baru.
Sehingga, kalimat tersebut tidak memiliki makna.
Aspek
kedua adalah dalam berkomunikasi tiap peserta mematuhi prinsipel kooperatif.
Peserta pasti akan memberikan informasi yang pas, jelas, benar, tidak ambigu.
Atnpa aturan “lalu llintas” seperti ini pastilah akan terjadi ketidak serasian.
Selaian itu perlu juga diperhatikan aspek pragmatik dari ujaran yang
disampaikan. Hal ini tersebut perlu disampaian dalam masyarakat terutama masyarakat
Bali, Madura, dan Sunda yang perilaku kehidupan sehari-harinya tercerminkan
dalam bahasa yang dipakai. Misalnya pada anak jawa yang tidak menggunakan kata
jawa kasar lungo “pergi” saat menyapa
ibunya karena kata ini tidak layak digunakan saat berbicara pada ibunya atau
orang yang lebih tua. Anak itu harus menggunakan kata tindak saat berbicara pada ibunya.
B.
Produksi
Ujaran
Ujaran tidak lepas dari produksi ujaran.
Dalam produksi ujaran perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut.
1.
Langkah
Umum Dalam Memproduksi Ujaran
proses
dalam memproduksi ujaran dapat dibagi menjadi empat tingkat sebagai berikut:
1) Tingkat
pesan
Sorang pembicara
mengumpulkan nosi-nosi dari makna yang ingin disampaikan.
Contoh:
Tia sedang menyuapi anakanya
Kalimat
tersebut terdapat nosi yang ada pada benak pembicara seperti (a) adanya
seseorang, (b) orang itu wanita, (c) dia sudah menikah, (d) dia punya anak (e)
dia sedang melakukan sustu perbuatan (f) perbuatan itu adalah memberi makan
anaknya.
2)
Tingkat Fungsional
Ada
dua hal yang perlu diproses dalam tingkat fungsional. Pertama memilih bentuk
leksikal yang sesuai dengan pesan yang akan disampaikan dan informasi
gramatikal untuk masing-masing bentuk leksikal tersebut. Misalnya, dari sekian
orang dan wanita yang dia kenal, wamita yang dimaksut adalah Tia, kata itu
adalah nama orang perempuan; perbuatan yang dilakukan adalah suap; antara dua argumen Tia dan anaknya, Tia adalah
pelaku perbuatan sedangkan anaknya adalah
resiepiennya.
Proses
kedua tingkat fungsional adalah memberikan fungsi pada kata-kata yang telah
dipilih. Proses ini menyangkut hubungan sintaktik atau fungsi gramatikal. Pada
kalimat Tia sedang menyuapi anakanya,
kata Tia dikaitkan dengan fungsi
subjek sedangkan anaknya berposisi
sebagai objek. Pada bahasa tertentu misalnya pada bahasa jerman fungsi-fungsi
ini dimarkahi oleh kasus-kasus khusus seperti kasus normatif dan kasus
objektif.
3)
Tingkat Pemrosesan Posisional
Pada
tingkat pemrosesan posisional, diurutkan bentuk leksikal untuk ujaran yang akan
dikeluarkan. Pengurutan ini bukan berdasarkan jajaran yang linier tetapi pada
kesatuan makna yang hierarkis. Pada kalimat Tia
sedang menyuapi anakanya, kata sedang
bertaut dengan anak, dan bukan pada Tia atau Menyuapi.
Afiksasi yang relefan diproses
setelah pemrosesan posisional. Pada bahasa indo-eropa seperti bahasa Inggris,
verba menyuapi (to feed) untuk kalimat Tia
sedang menyuapi anakanya, haruslah mendapat afiks infleksional-ing (feeding).
Sedangkan pada bahasa Indonesia, verba dasar suap haruslah ditambah dengan sufiks-i (di samping prefiks meN- secara
opsional). Hasil dari proses posisional ini “dikirim” ke tingkat fonologi untuk
diwujudkan dalam bentuk bunyi. Pada tahap ini aturan fonotaktik bahasa yang
bersangkutan diterapkan. Begitu juga pada vokal /u/ dan /i/ harus berurutan
jika dibalik menjadi Tietuk, maka
referennya akan lain. Proses fonologi inis ini tidak sederhana karena
tersangkut pula proses biologis dan neurologis.
Bock dan Levelt menggambarkan dalam
gambar 1. Sebagai berikut.
2.
Rincian
Produksi Ujaran
Proses produksi ujaran dimulai dari
perencanaan mengenai topik yang akan diujarkan, kemudian turun ke kalimat yang
akan dipakai, dan turun lagi ke konstituen yang akan dipilih. Adapun proses
produksi ujaran yang lebih rinci sebagai berikut.
1)
Perencanaan
Produksi Wacana
Wacana dibagi menjadi dua macam
yaitu dialog dan monolog. Terdapat pembeda diantara kedua wacana ini yaitu
terletak pada ada tidaknya interaksi antara pembicara dengan pendengar. Pada
dialog terdapat dua pelaku atau lebih, yakni pembicara dan lawan bicara,
interlokutornya. Sedangkan pada monolog hanya ada satu pelaku saja.
H.
Clark menganggap wacana dialog sebagai joint
activity (1994-994). Terdapat empat unsur yang terlibat, antara lain (1)
unsur personalia, minimal terdapat dua partisipan yakni pembicara dan
interlokutor (orang yang diajak bicara). Personalia juga terdapat bystanders yakni partisipan yang dapat
mengikuti alur bicara. Selain itu itu terdapat juga penguping eavesdroppers. (2) unsur latr bersama
merujuk pada anggapan pembicara dan interlokutor memiliki presuposisis yang
sama. (3) unsur perbuatan bersama, pembicara dan interlokutor memiliki aturan
bersama. Dalam percakapan mereka mempunyai tiga strktur unsur yaitu pembukaan,
isis, dan penutup. (4) unsur kontribusi, dalam kontribusi memiliki dua tahap
yang pertama tahap presentasi yaitu pembicara menyampaikan sesuatu untuk
dipahami oleh interlokutor. Kedua tahap pemahaman (aceptance)yaitu intelokutor
telah memahami apa yang disampaikan oleh pembicara. (5) struktur percakapan,
dalam percakapan terdapat jeda saat interlokutor mendengar pembicara berbicara
untuk menghindari tabrakan yang terjadi.
Wacana
monolog hanya memiliki satu partisipan pembicara atau penulis saja. Pada
monolog hanya ada pola narasi tertentu. Kita harus memperhatikan kedilailan
dengan apa yang akan kita ucapkan atau bicarakan.Misalnya seorang dosen akan
memberi ceramah, maka yang perlu diperhatikan adalah faktor waktu, tingkat pengetahuan
pendengar, urutan penyajian, dan makna dari apa yang disampapikan.
2)
Perencanaan
Produksi Kalimat
Clark
membagi tiga kategori yang perlu diproses dalam produksi kalimat sebagai
berikut: (1) Mutan proposional yaitu pembicara menentukan proposisi yang ingin
dinyatakan. (2) Muatan ilokusioner yaitu makna yang akan disampaikan yang
berwujud dalam kalimat. (3) Struktur tematik berkaitan dengan penentuan
berbagai unsur dalam kaitannya dengan fungsi gramatikal atausemantik dalam
kalimat.
3)
Perencanaan
Produksi Konstituen
Perencanaan
produksi konstituen dibuat untuk membentuk kalimat itu. Makna yang tepat perlu
digunakan dalam produksi konstituen. Misalnya referennya adalah seorang pria jika ada orang yang membencinya
maka disebutlah dia pria brengsek. Dan
sebaliknya jika orang lain menyukainya maka dapat disebutlah pria tampan.
Pemilihan
verba juga ada opsi yang harus dipilih. Misalnya pada kata meninggal, memiliki persamaan pada kata mati, tewas, gugur, wafat. Maka pilikhan kata itu digunakan sesuai
dengan makna yang kita sampaikan. Karena kata itu memiliki sinonim dengan
nuansa yang berbeda.
Konteks
kalimat juga memegang peran penting. Dalam sebuah konteks haruslah ada referen
yang menjadi topik pembicaraan. Misalnya pada referen sepeda yang sama itu, maka
rujukan pada benda yang dirujukan sebelumnya maka perlu dibubuhkan kata tunjuk itu. Contoh: (a) kemarin Wardi membeli
sepeda. (b) sepeda itu berwarna biru.
Pemilihan
kata kadang juga ditentukan oleh prinsipel keberbedaan. Jika ada dua referen
atau lebih yang wujud fisiknya berbeda maka kita akan meilih kata yang fitur
semantiknya membedakan kedua bentuk.
Set A kalau pilihannya
adalah dua dan pembicara menyampaikan konsep sebelah kiri maka memili frasa yang bulat. Set B, prinsipel keberbedaan
akan menuntun dia untuk memilih frasa yang
kecil karena fitur itulah yang membedakan benda tersebut. Set C ada empat
pilihan yang menyangkut faktor ukuran dan bentuk. Untuk memilih yang paling
kiri dengan mengatakan yang bulat saja
tidak cukup karena ada dua benda bulat. Maka dalam penyebutan harus lebih rinci
lagi. Karena ukuran yang menjadi pembeda kedua benda.
C.
Tindak
Ujaran
Tindak
ujaran merupakan satuan terkecil dari bahasa untuk mengespresikan makna, suatu
perkataan mengekspresikan tujuan.
Biasanya tindak ujaran berbentuk satu kalimat, tetapi dapat pula berbentuk kata
atau anak kalimat, sejauh mengikuti aturan-aturan yang diperlukan untuk
mencapai tujuan. Ketika seseorang berbicara, dia melakukan suatu tindakan.
Searle membagi tindak ujaran menjadi lima kategori, antara lain: (1) tindak ujaran direktif yaitu pembicara
melakuka tindak ujaran dengan tujuan agar pendengar melakukan sesuatu sesuai
pembicaraan. (2) tindak ujaran komisif yaitu pendengar diharapkan melakukan
sesuatu. (3) tindak ujaran reseprentatif adalah penyataan mengenai suatu
keadaan yang mengandung kebenaran. (4) tindak ujaran ekspresif adalah seorang
pembicara yang akan menyatakan psikologis mengenai sesuatu, misalnya menyampaikan
terima kasih. (5) tindak ujaran deklarasi menyatakan adanya suatu keadaan baru
yang muncul karena ujaran yang disampaikan.
Daftar
Rujukan
Dardjowidjojo. Soejono. 2014. Psikolinguistik. Jakarta: Yayasan
Pustaka Obor.
Slideshare.
2015. Tindak Ujaran dalam Psikolinguistik.
(online) 27 November 2017. 23:30
No comments:
Post a Comment