Sunday, January 6, 2019

UJARAN, TINDAK UJARAN DAN PRODUKSI UJARAN


PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang

Psikolingustik merupakan teori antara psikologi dan linguistik. Teori tersebut sangat berbeda tetapi teori tersebut berhubungan dalam meneliti bahasa sebagai objek formal. Sedangkan kegiatan berbahasa bukan hanya secara mekanistik tetapi juga secara mentalistik. Di dalam kata psikologi membahas ilmu yang mengkaji jiwa manusia yang bersifat abstrak sedangkan kata linguistik membahas tentang bahasa sebagai objek kajian. Untuk itu teori psikolinguistik dapat menguraikan proses – proses psikologi yang berlangsung jika seseorang mengucapkan kalimat-kalimat yang didengarnya pada waktu berkomunikasi dan kemampuan berbahasa tersebut bisa diperoleh dari manusia.

Psikolinguistik dianggap sebagai cabang dari linguistik sedangkan linguistik dianggap sebagai cabang dari psikologi. Sedangkan secara teoretis psikolinguistik memiliki tujuan utama untuk mencari satu teori bahasa yang secara linguistik bisa diterima dan secara psikologi dapat menerangkan hakikat bahasa dan pemerolehannya. Lalu, dalam prakteknya psikolinguistik dapat menerapkan pengetahuan linguistik dan psikologi pada masalah – masalah dalam bahasa seperti penyakit bertutur (afasia, gagap, cedal dsb). Dengan demikian, kerja sama antara psikologi dan linguistik setelah berlangsung belum cukup dalam menerangkan hakikat bahasa tetapi membutuhkan bantuan ilmu bahasa yang lain seperti neurofisiologi, neuropsikologis, neurolinguistik dsb. Maka meskipun digunakan istilah psikolinguistik, bukan berarti hanya kedua bidang ilmu itu saja yang diterapkan tetapi juga hasil penelitian dari ilmu – ilmu lain pun dimanfaatkan

B.       Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang maka dapat ditentukan rumusan masalah sebagai berikut.

1.    Apa yang dimaksut dengan produksi ujaran

2.    Bagaimana langkah umum produksi ujaran?

3. Bagaimana tindak ujar dalam psikolinguistik?

C. Tujuan Penulisan

Adapuntujuan dari penulisan adalah sebagai berikut.

1.        Mengetahui pengertian dari produksi ujaran.

2.        Mengetahui langkah umum dalam produksi ujaran.

3.        Mengetahui tindak ujar dalam psikolinguistik.






BAB II

PEMBAHASAN

A.      Ujaran

Proses mental dalam berbahasa menyangkut berbagai aspek. Aspek pertama berkaitan dengan asumsi kita tentang pengetahuan interlokutor, orang yang kita ajak bicara. Sebagai pembicara kita harus tahu apa yang diketahui oleh lawan bicara atau pendengar. Kalimat tidak akan bermakna jika semua informasi yang disampaiakan merupakan informasi baru. Bagi sekelompok siswa yang diajar oleh beberapa guru, salah satunya adalah Pak Budi, maka kalimat Pak Budi akan menerbitkan buku baru pastilah akan dimengerti maknanya. Akan tetapi tidak dapat diketahui identitasnya.  Hal tersebut dapat dikatan informasi baru. Sehingga, kalimat tersebut tidak memiliki makna.

Aspek kedua adalah dalam berkomunikasi tiap peserta mematuhi prinsipel kooperatif. Peserta pasti akan memberikan informasi yang pas, jelas, benar, tidak ambigu. Atnpa aturan “lalu llintas” seperti ini pastilah akan terjadi ketidak serasian. Selaian itu perlu juga diperhatikan aspek pragmatik dari ujaran yang disampaikan. Hal ini tersebut perlu disampaian dalam masyarakat terutama masyarakat Bali, Madura, dan Sunda yang perilaku kehidupan sehari-harinya tercerminkan dalam bahasa yang dipakai. Misalnya pada anak jawa yang tidak menggunakan kata jawa kasar lungo “pergi” saat menyapa ibunya karena kata ini tidak layak digunakan saat berbicara pada ibunya atau orang yang lebih tua. Anak itu harus menggunakan kata tindak saat berbicara pada ibunya.

B.       Produksi Ujaran

Ujaran tidak lepas dari produksi ujaran. Dalam produksi ujaran perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut.

1.        Langkah Umum Dalam Memproduksi Ujaran

proses dalam memproduksi ujaran dapat dibagi menjadi empat tingkat sebagai berikut:

1)    Tingkat pesan

Sorang pembicara mengumpulkan nosi-nosi dari makna yang ingin disampaikan.

Contoh: Tia sedang menyuapi anakanya

Kalimat tersebut terdapat nosi yang ada pada benak pembicara seperti (a) adanya seseorang, (b) orang itu wanita, (c) dia sudah menikah, (d) dia punya anak (e) dia sedang melakukan sustu perbuatan (f) perbuatan itu adalah memberi makan anaknya.

2)        Tingkat Fungsional

Ada dua hal yang perlu diproses dalam tingkat fungsional. Pertama memilih bentuk leksikal yang sesuai dengan pesan yang akan disampaikan dan informasi gramatikal untuk masing-masing bentuk leksikal tersebut. Misalnya, dari sekian orang dan wanita yang dia kenal, wamita yang dimaksut adalah Tia, kata itu adalah nama orang perempuan; perbuatan yang dilakukan adalah suap; antara dua argumen Tia dan anaknya, Tia adalah pelaku perbuatan sedangkan anaknya adalah resiepiennya.

Proses kedua tingkat fungsional adalah memberikan fungsi pada kata-kata yang telah dipilih. Proses ini menyangkut hubungan sintaktik atau fungsi gramatikal. Pada kalimat Tia sedang menyuapi anakanya, kata Tia dikaitkan dengan fungsi subjek sedangkan anaknya berposisi sebagai objek. Pada bahasa tertentu misalnya pada bahasa jerman fungsi-fungsi ini dimarkahi oleh kasus-kasus khusus seperti kasus normatif dan kasus objektif.

3)        Tingkat Pemrosesan Posisional

Pada tingkat pemrosesan posisional, diurutkan bentuk leksikal untuk ujaran yang akan dikeluarkan. Pengurutan ini bukan berdasarkan jajaran yang linier tetapi pada kesatuan makna yang hierarkis. Pada kalimat Tia sedang menyuapi anakanya, kata sedang bertaut dengan anak, dan bukan pada Tia atau Menyuapi.

Afiksasi yang relefan diproses setelah pemrosesan posisional. Pada bahasa indo-eropa seperti bahasa Inggris, verba menyuapi (to feed) untuk kalimat Tia sedang menyuapi anakanya, haruslah mendapat afiks infleksional-ing (feeding). Sedangkan pada bahasa Indonesia, verba dasar suap haruslah ditambah dengan sufiks-i (di samping prefiks meN- secara opsional). Hasil dari proses posisional ini “dikirim” ke tingkat fonologi untuk diwujudkan dalam bentuk bunyi. Pada tahap ini aturan fonotaktik bahasa yang bersangkutan diterapkan. Begitu juga pada vokal /u/ dan /i/ harus berurutan jika dibalik menjadi Tietuk, maka referennya akan lain. Proses fonologi inis ini tidak sederhana karena tersangkut pula proses biologis dan neurologis.

Bock dan Levelt menggambarkan dalam gambar 1. Sebagai berikut.


2.      Rincian Produksi Ujaran

Proses produksi ujaran dimulai dari perencanaan mengenai topik yang akan diujarkan, kemudian turun ke kalimat yang akan dipakai, dan turun lagi ke konstituen yang akan dipilih. Adapun proses produksi ujaran yang lebih rinci sebagai berikut.

1)        Perencanaan Produksi Wacana

Wacana dibagi menjadi dua macam yaitu dialog dan monolog. Terdapat pembeda diantara kedua wacana ini yaitu terletak pada ada tidaknya interaksi antara pembicara dengan pendengar. Pada dialog terdapat dua pelaku atau lebih, yakni pembicara dan lawan bicara, interlokutornya. Sedangkan pada monolog hanya ada satu pelaku saja.

H. Clark menganggap wacana dialog sebagai joint activity (1994-994). Terdapat empat unsur yang terlibat, antara lain (1) unsur personalia, minimal terdapat dua partisipan yakni pembicara dan interlokutor (orang yang diajak bicara). Personalia juga terdapat bystanders yakni partisipan yang dapat mengikuti alur bicara. Selain itu itu terdapat juga penguping eavesdroppers. (2) unsur latr bersama merujuk pada anggapan pembicara dan interlokutor memiliki presuposisis yang sama. (3) unsur perbuatan bersama, pembicara dan interlokutor memiliki aturan bersama. Dalam percakapan mereka mempunyai tiga strktur unsur yaitu pembukaan, isis, dan penutup. (4) unsur kontribusi, dalam kontribusi memiliki dua tahap yang pertama tahap presentasi yaitu pembicara menyampaikan sesuatu untuk dipahami oleh interlokutor. Kedua tahap pemahaman (aceptance)yaitu intelokutor telah memahami apa yang disampaikan oleh pembicara. (5) struktur percakapan, dalam percakapan terdapat jeda saat interlokutor mendengar pembicara berbicara untuk menghindari tabrakan yang terjadi.

Wacana monolog hanya memiliki satu partisipan pembicara atau penulis saja. Pada monolog hanya ada pola narasi tertentu. Kita harus memperhatikan kedilailan dengan apa yang akan kita ucapkan atau bicarakan.Misalnya seorang dosen akan memberi ceramah, maka yang perlu diperhatikan adalah faktor waktu, tingkat pengetahuan pendengar, urutan penyajian, dan makna dari apa yang disampapikan.

2)        Perencanaan Produksi Kalimat

Clark membagi tiga kategori yang perlu diproses dalam produksi kalimat sebagai berikut: (1) Mutan proposional yaitu pembicara menentukan proposisi yang ingin dinyatakan. (2) Muatan ilokusioner yaitu makna yang akan disampaikan yang berwujud dalam kalimat. (3) Struktur tematik berkaitan dengan penentuan berbagai unsur dalam kaitannya dengan fungsi gramatikal atausemantik dalam kalimat.





3)        Perencanaan Produksi Konstituen

Perencanaan produksi konstituen dibuat untuk membentuk kalimat itu. Makna yang tepat perlu digunakan dalam produksi konstituen. Misalnya referennya adalah  seorang pria jika ada orang yang membencinya maka disebutlah dia pria brengsek. Dan sebaliknya jika orang lain menyukainya maka dapat disebutlah pria tampan.

Pemilihan verba juga ada opsi yang harus dipilih. Misalnya pada kata meninggal, memiliki persamaan pada kata mati, tewas, gugur, wafat. Maka pilikhan kata itu digunakan sesuai dengan makna yang kita sampaikan. Karena kata itu memiliki sinonim dengan nuansa yang berbeda.

Konteks kalimat juga memegang peran penting. Dalam sebuah konteks haruslah ada referen yang menjadi topik pembicaraan. Misalnya pada referen sepeda yang sama itu, maka rujukan pada benda yang dirujukan sebelumnya maka perlu dibubuhkan kata tunjuk itu. Contoh: (a) kemarin Wardi membeli sepeda. (b) sepeda itu berwarna biru.

Pemilihan kata kadang juga ditentukan oleh prinsipel keberbedaan. Jika ada dua referen atau lebih yang wujud fisiknya berbeda maka kita akan meilih kata yang fitur semantiknya membedakan kedua bentuk.




Set A kalau pilihannya adalah dua dan pembicara menyampaikan konsep sebelah kiri maka memili frasa yang bulat. Set B, prinsipel keberbedaan akan menuntun dia untuk memilih frasa yang kecil karena fitur itulah yang membedakan benda tersebut. Set C ada empat pilihan yang menyangkut faktor ukuran dan bentuk. Untuk memilih yang paling kiri dengan mengatakan yang bulat saja tidak cukup karena ada dua benda bulat. Maka dalam penyebutan harus lebih rinci lagi. Karena ukuran yang menjadi pembeda kedua benda.

C.      Tindak Ujaran

Tindak ujaran merupakan satuan terkecil dari bahasa untuk mengespresikan makna, suatu perkataan mengekspresikan  tujuan. Biasanya tindak ujaran berbentuk satu kalimat, tetapi dapat pula berbentuk kata atau anak kalimat, sejauh mengikuti aturan-aturan yang diperlukan untuk mencapai tujuan. Ketika seseorang berbicara, dia melakukan suatu tindakan. Searle membagi tindak ujaran menjadi lima kategori, antara lain: (1)  tindak ujaran direktif yaitu pembicara melakuka tindak ujaran dengan tujuan agar pendengar melakukan sesuatu sesuai pembicaraan. (2) tindak ujaran komisif yaitu pendengar diharapkan melakukan sesuatu. (3) tindak ujaran reseprentatif adalah penyataan mengenai suatu keadaan yang mengandung kebenaran. (4) tindak ujaran ekspresif adalah seorang pembicara yang akan menyatakan psikologis mengenai sesuatu, misalnya menyampaikan terima kasih. (5) tindak ujaran deklarasi menyatakan adanya suatu keadaan baru yang muncul karena ujaran yang disampaikan. 










Daftar Rujukan

Dardjowidjojo. Soejono. 2014. Psikolinguistik. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor.

Slideshare. 2015. Tindak Ujaran dalam Psikolinguistik. (online) 27 November 2017. 23:30

No comments:

Post a Comment