PEMBAHASAN
2.1 Pemerolehan
Bahasa dalam Bidang Sintaksis
Banyak
pakar menganggap bahwa pemerolehan sintaksi anak mulai berbahasa dengan
mengucapkan satu kata (bagian kata). Bagi anak, sebenarnya adalah kalimat
penuh, tetapi karena dia belum dapat mengatakan lebih dari satu kata, dia hanya
mengmbil satu kata dari seluruh kalimat itu. Dalam pola pikir yang masih
sedrhana, tampaknya anak sudah mempunyai pengetahuan tentang informasi lama
versus informasi baru. Kalimat diucapkan untuk memberikan informasi baru kepada
pendengarnya. Dari tiga kata pada kalimat Dini
mau bubuk, yang baru adalah kata bubuk. Karena itulah anak memilih buk, dan bukan di atau mau. Dengan
singkat dapat dikatakan bahwa dalam ujaran yang dinamakan Ujaran Satu Kata(USK),
anak tidak akan sembarangan saja memilih kata itu, di akan memilih kata yang memberikan
informasi baru. Ciri USK antara lain adala sebagai berikut.
1.
Dari segi sintaksisnya,
USK sangatlah sederhana karena memang hanya terdiri dari satu kata saja, bahkan
untuk bahsa seperti bahasa Indonesia hanya sebagian saja dari kata itu. Namun,
dari segi semantiknya, USK adalah komleks karena satu kata ini bisa memiliki
leih dari satu makna. Sebagai contoh anak yang mengatakan /bi/ untuk mobil
bermaksud mengatkan:
a)
Ma, itu mobil.
b)
Ma, ayo kita ke
mobil.
c)
Aku mau ke mobil,
d)
Aku minta (mainan)
mobil.
e)
Aku nggak mau
mobil.
f)
Papa ada di mobil.
Dsb.
Ujaran satu kata yang mempunyai beragai makna tersebut
dinamakan ujaran holofrastik.
2.
USK hanya terdiri
dari CV saja. Bila kata itu CVC maka C yang dilesapkan. Kata mobil, misalnya terwujud sebagai /bi/ saja. Pada umur 2;0 misalnya Echa menamakan kan sebagai /tan/, persis sama dengan kata untuk bukan. Pada walnya USK
juga tidak ada guusan konsonan. Semua gugus yang ada di awal atau akhir kalimat
disederhanakan menjadi satu konsonan saja. Seperti kata putri (untuk eyang putri) diucapkan oleh Echa mula-mula sebagi
eyang /ti/.
3.
Bahwa kata-kata
yang dipakai hanyalah kata-kata dari kategori sintaktik utama (content words), yakni nomina, verba,
adjektiva, dan mungkin juga verbia. Tidak ada kata fungsi seperti dari atau ke. Disamping itu,
kata-katanya selal dari kategori sinidan
kini. Tidak ada yang merujuk kepada
yang tidak ada disekitar atau pun ke masa lalu dari masa depan. Anak juga
menyatakan nggak, pengulangan lagi, dan habisnya sesuatuabis.
Umur 2 tahun anak mulai mengeluarkan Ujaran Dua Kata, UDK
(Two Word Utterance). Anak mulai dengan dua kata yang diselingi jeda sehingga
seolah-olah dua kata itu terpisah. Jeda ini makin lama makin pendek sehingga
menjadi ujaran yang normal. Dengan adanya dua kata dalam UDK maka orang dewasa
dapat lebih menerka apa yang dimaksud oleh anak karena cakupan makna menjadi
lebih terbatas. Contoh anak mengatakan
/lampunala/ “lampu nyala”, kita lebih bisa menrka apa yang dimaksud anak dari
pada kalau kita hanya mendengar /lampu/ atau /nala/ saja. Ciri UDK adalah
sebagai berikut.
1.
UDK sintaksisnya
leih kompleks karena adanya dua kata tetapi semantiknya makin lebih jelas.
2.
Kedua kata ini
adalah kata-kata dari ketegori utama: nomina, verba, adjektiva, atau bahkan
adverbia. Belum ada kata fungsi seperti di,
yang, dan, dsb. Karea wujud ujaran yang seperti bahasa tilgram ini maka UDK
sering juga disebut sebagai ujaran telgrafik.
3.
Pada UDK belum ditemukan afiks macam apapun untuk bahasa inggris, misalnya belm ada
infleksi –s untuk jamak atau kata ini: belum ada –ing untuk kata progresif,
dsb. Untuk bahasa Indonesia, anak juga belum mamakai prefix meN- atau sufiks
–kan, -i, atau –an.
Setelah UDK tidak ada ujaran tiga kata yang merupakan
tahap khusus,. Pada umumnya, pada saat anak mulai memakai UDK, dia juga masih
memakai USK. Setelah beberapa lama memakai UDK dia juga mulai mengelurkan
ujaran tiga akata atau bahkan lebih. Jadi, anatara satu jumlah kata dengan
jumlah kata lain bukan merupakan tahap yang terputus.
2.2 Teori-Teori yang Berkaitan dengan Pemerolehan
Sintaksis
1. Teori tata bahasa pivot
Kajian mengenai pemerolehan sintaksis oleh anak-anak
dimuai oleh Braene (1963), Bullugi (1964), Brown dan Frraser (1964), dan Miler
dan Erwin. Menurut kajian awal ini ucapan dua kata kanak-kanak ini terdiri dari
dua jenis kata menurut posisi dan frekuensi munculnya kata-kata itu di dalam
kalimat. Kedua jenis kata ini kemudian dikenal dengan nama kelas pivot dan
kelas terbuka. Kemudian berdasarkan kedua jenis kata ini lahirlah teori yang
disebut teori tata bahasa pivot. Pada umumnya kata-kata yang termasuk kelas
kata pivot adalah kata-kata fungsi, sedangkan yang termasuk kelas terbuka
adalah kata-kata isi atau kata penuh seperti kata-kata kategori nomina dan
verba.
Mc. Neil
(1966) merumuskan kalimat dua kata kanak-kanak itu sebagai berikut.
S → (P) O
(O)
Cara menguraikan ucapan kanak-kanak pada tahap dua kata
ini berdasarkan posisi dan frekuensinya adalah sebagai akibat dari apa yang
disebut discovery procedure yang
digunakan oleh linguistik deskriptif pada tahun lima puluh. Tata bahasa pivot
menyatakan bahwa pemerolehan sintaksis kanak-kanak dimulai dengan
kalimat-kalimat yang terlihat pada kata-kata pivot. Namun, cara ini menurut
psikolinguistik modern sangat tidak memadai (Greenfild dan Smith, 1976: 6).
Selain daripada itu pakar-pakar seperti Bloom, Bowerman, dan Brown menyatakan
sebagai berikut
a.
Kata-kata pivot
bisa muncul juga sendirian.
b.
Kata-kata pivot
juga bergabung dengan kata pivot lain dalam sebuah kalimat.
c.
Pada
kalimat-kalimat dua kata yang dibuat kanak-kanak terdapat juga kata-kata dari
kelas lain selain pivot dan kelas terbuka.
d.
Tata bahasa pivot
tidak dapat menampung semua ucapan-ucapan dua kata.
e.
Pembagian kata-kata
pivot dan kelas terbuka tidak mencerminkan bahasa-bahasa lain, selain bahasa
inggris.
2. Teori hubungan tata bahasa nurani
Chomsky mengatakana bahwa hubungan-hubungan tata bahsa
tertentu seperti “object-of,
predicate-of, dan direct object-of” adalah berdsifat universal dan dimiliki
oleh semua bahasa yang ada di dunia ini. berdasarkan teori tersebut Mc. Neil
menyatakan bahwa pengetahuan kanak-kanak mengenai hubungan-hubungan tata bahasa
universal adalah bersifat nurani. Teori tersebut dapat dirumuskan sebagai
berikut.
K→ FN + FV
Mc. Neil menyatakan bahwa ucapan-ucapan dua kata atau
lebih dari kanak-kanak dapat dianalisis berdasarkan hubungan-hubungan yang
digambarkan dalam rumus karena ucapan dua kata itu sesungguhnya mempunyai
struktur juga. Bukan merupakan gabungan kata-kata yang sewenang-wenang. Jika
ucpan kata itu merupakan bentuk tanpa struktur, maka semua bentuk gabungan yang
mungkin bisa saja terjadi. Kenyataanya kanak-kanak hanya menggunakan
gabungan-gabungan tertetu saja. Jadi, ucapan-ucapan dua kata itu memang
mempunyai struktur.
3. Teori hubungan tata bahasa dan informasi situasi
Sehubungan dengan teori hubungan tata bahasa nurani,
Bloom mengatakan bahwa hubungan-hubungan tata bahasa tanpa merujuk pada
informasi situasi (konteks) belumlah mencukupi untuk menganaisis uacapan atau
ahasa kanak-kanak. Maka untuk dapat menganalisis ucapan kanak-kanak itu
informasi situasi iniperlu diperhatikan. Bloom juga menyatakan bahwa suatu
gabungan kata telah digunakan oleh kanak-kanak dalam suatu situasi yang
berlainan. Digunakannya sebuah gabungan kata untuk mewakili situasi akan
menyebabkan gabungan kata itu menjadi taksa (ambigu) dan meragukan.
Satu-satunya cara untuk menganalisis gabungan kata yang meragukan itu adalah
dengan cara memberikan representatif yang berlainan kepada gabungan kata itu menurut
situasi-situasi di mana gabungan kata itu digunakan. Oleh karena informsi
situasi dapat memberikan pertolongan dalam menentukan hubungn-hubungan ini,
maka informasi situasi inilah yang harus digunakan untuk menetukan hubungan
tata bahasa ucapan-ucapan kata dari anak-anak.
4. Teori kumulatif kompleks
Brown mengatakan bahwa urutan pemerolehan sintaksis oleh
kanak-kanak ditentuan oleh komulatif kompleks semanntik morfem dan kumulatif
kompleks tata bahasa yang sedang diperoleh itu, jadi sama sekali tidak ditentukan
oleh frekuensi munculnya morfem atau kata-kata itu dalam ucapan orang dewasa.
5. Teori pendekatan semantik
Bloom
mengintegrasikan pengetahuan semantik dalam pengkajian perkembangan sisntaksi
ini berdasarkan teori generatif transformasinya. Teori ini menyatakan bahwa
kalimat-kalimat yang kita dengar “dibangkitkan” dari struktur-luar dengan
rumus-rumus fisiologi. Sedangkan struktur-luar ini “dibangkitkan” dari
struktur-dalam (struktur dasar) dengan rumus-rumus transformasi. Dengan demikian tata bahasa merupakan satu sistem yang
menghubungkan bunyi dengan makna. Dalam hal ini struktur dasar memberi masukan
kepada komponen semantik, dan struktur-luar memberi masukan kepada komponen
fonologi.
Salah satu tata bahasa yang didasari padda komponen
semantik diperkenalkan oleh Fillmore yang dikenal dengan nama tata bahasa
kasus. Teori ini telah digunakan sebagai dasar untuk menganalisi data-data
perkembangan bahsa. Dalam teorinya, Fillmore menunjukkan bahwa
transformasi-transformasi tata bbahasa tidak diatur oleh rumus-rumus sintaksis,
melainkan oleh hubungn-hubungan semantik yang ditandai oleh kategori-kategori
kasus itu.
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Proses pemerolehan bahasa dalam bidang sintaksi pada anak
dimulai dengan mengucapkan satu kata (bagian kata). Proses ini terjadi pada
waktu anak berusia dua tahun. Dalam pemerolehan bahasa dibidang sintkasis ini
terdapat lima teori, yakni teori tata bahsaa pivot, teori hubungan tata bahasa
nurani, teori hubungan tata bahsa dan informasi situasi, teori kumulatif kompleks,
dan teori pendekatan semantik.
3.2
Saran
Diharapkan dengan adanya makalah
ini, baik dari pembaca maupun penulis dapat mengetahui dan memahami mengenai pemerolehan
bahasa dalam bidang sintaksis yang nantinya dapat digunakan sebagai acuan dalam
pembelajaran yang lebih lanjut.
DAFTAR PUSTAKA
Chaer,
Abdul. 2015. Psikolinguistik: Kajian
Teoritik. Jakarta: Rineka Cipta.
Dardjiwidjojo, Soenjono. 2014. Psikolinguistik: Pengantar Pemahaman Bahasa Manusia. Jakarta:
Yayasan Pustaka Obor Indonesia.
No comments:
Post a Comment