Sunday, January 6, 2019

PEMEROLEHAN SINTAKSIS


PEMBAHASAN

2.1 Pemerolehan Bahasa dalam Bidang Sintaksis

Banyak pakar menganggap bahwa pemerolehan sintaksi anak mulai berbahasa dengan mengucapkan satu kata (bagian kata). Bagi anak, sebenarnya adalah kalimat penuh, tetapi karena dia belum dapat mengatakan lebih dari satu kata, dia hanya mengmbil satu kata dari seluruh kalimat itu. Dalam pola pikir yang masih sedrhana, tampaknya anak sudah mempunyai pengetahuan tentang informasi lama versus informasi baru. Kalimat diucapkan untuk memberikan informasi baru kepada pendengarnya. Dari tiga kata pada kalimat Dini mau bubuk,  yang baru adalah kata bubuk. Karena itulah anak memilih buk, dan bukan di atau mau. Dengan singkat dapat dikatakan bahwa dalam ujaran yang dinamakan Ujaran Satu Kata(USK), anak tidak akan sembarangan saja memilih kata itu, di akan memilih kata yang memberikan informasi baru. Ciri USK antara lain adala sebagai berikut.     

1.      Dari segi sintaksisnya, USK sangatlah sederhana karena memang hanya terdiri dari satu kata saja, bahkan untuk bahsa seperti bahasa Indonesia hanya sebagian saja dari kata itu. Namun, dari segi semantiknya, USK adalah komleks karena satu kata ini bisa memiliki leih dari satu makna. Sebagai contoh anak yang mengatakan /bi/ untuk mobil bermaksud mengatkan:

a)      Ma, itu mobil.

b)      Ma, ayo kita ke mobil.

c)      Aku mau ke mobil,

d)     Aku minta (mainan) mobil.

e)      Aku nggak mau mobil.

f)       Papa ada di mobil. Dsb.

Ujaran satu kata yang mempunyai beragai makna tersebut dinamakan ujaran holofrastik.

2.      USK hanya terdiri dari CV saja. Bila kata itu CVC maka C yang dilesapkan. Kata mobil, misalnya terwujud sebagai /bi/  saja. Pada umur 2;0 misalnya Echa menamakan kan sebagai /tan/, persis sama dengan kata untuk bukan. Pada walnya USK juga tidak ada guusan konsonan. Semua gugus yang ada di awal atau akhir kalimat disederhanakan menjadi satu konsonan saja. Seperti kata putri (untuk eyang putri) diucapkan oleh Echa mula-mula sebagi eyang /ti/.

3.      Bahwa kata-kata yang dipakai hanyalah kata-kata dari kategori sintaktik utama (content words), yakni nomina, verba, adjektiva, dan mungkin juga verbia. Tidak ada kata fungsi seperti dari atau ke.  Disamping itu, kata-katanya selal dari kategori sinidan kini. Tidak ada yang merujuk kepada yang tidak ada disekitar atau pun ke masa lalu dari masa depan. Anak juga menyatakan nggak, pengulangan lagi, dan habisnya sesuatuabis.

Umur 2 tahun anak mulai mengeluarkan Ujaran Dua Kata, UDK (Two Word Utterance). Anak mulai dengan dua kata yang diselingi jeda sehingga seolah-olah dua kata itu terpisah. Jeda ini makin lama makin pendek sehingga menjadi ujaran yang normal. Dengan adanya dua kata dalam UDK maka orang dewasa dapat lebih menerka apa yang dimaksud oleh anak karena cakupan makna menjadi lebih terbatas.  Contoh anak mengatakan /lampunala/ “lampu nyala”, kita lebih bisa menrka apa yang dimaksud anak dari pada kalau kita hanya mendengar /lampu/ atau /nala/ saja. Ciri UDK adalah sebagai berikut.

1.      UDK sintaksisnya leih kompleks karena adanya dua kata tetapi semantiknya makin lebih jelas.

2.      Kedua kata ini adalah kata-kata dari ketegori utama: nomina, verba, adjektiva, atau bahkan adverbia. Belum ada kata fungsi seperti di, yang, dan, dsb. Karea wujud ujaran yang seperti bahasa tilgram ini maka UDK sering juga disebut sebagai ujaran telgrafik.

3.      Pada UDK  belum ditemukan afiks macam apapun  untuk bahasa inggris, misalnya belm ada infleksi –s untuk jamak atau kata ini: belum ada –ing untuk kata progresif, dsb. Untuk bahasa Indonesia, anak juga belum mamakai prefix meN- atau sufiks –kan, -i, atau –an.

Setelah UDK tidak ada ujaran tiga kata yang merupakan tahap khusus,. Pada umumnya, pada saat anak mulai memakai UDK, dia juga masih memakai USK. Setelah beberapa lama memakai UDK dia juga mulai mengelurkan ujaran tiga akata atau bahkan lebih. Jadi, anatara satu jumlah kata dengan jumlah kata lain bukan merupakan tahap yang terputus.

2.2 Teori-Teori yang Berkaitan dengan Pemerolehan Sintaksis

1.      Teori tata bahasa pivot

Kajian mengenai pemerolehan sintaksis oleh anak-anak dimuai oleh Braene (1963), Bullugi (1964), Brown dan Frraser (1964), dan Miler dan Erwin. Menurut kajian awal ini ucapan dua kata kanak-kanak ini terdiri dari dua jenis kata menurut posisi dan frekuensi munculnya kata-kata itu di dalam kalimat. Kedua jenis kata ini kemudian dikenal dengan nama kelas pivot dan kelas terbuka. Kemudian berdasarkan kedua jenis kata ini lahirlah teori yang disebut teori tata bahasa pivot. Pada umumnya kata-kata yang termasuk kelas kata pivot adalah kata-kata fungsi, sedangkan yang termasuk kelas terbuka adalah kata-kata isi atau kata penuh seperti kata-kata kategori nomina dan verba.

            Mc. Neil (1966) merumuskan kalimat dua kata kanak-kanak itu sebagai berikut.

 S →    (P) O

(O)

Cara menguraikan ucapan kanak-kanak pada tahap dua kata ini berdasarkan posisi dan frekuensinya adalah sebagai akibat dari apa yang disebut discovery procedure yang digunakan oleh linguistik deskriptif pada tahun lima puluh. Tata bahasa pivot menyatakan bahwa pemerolehan sintaksis kanak-kanak dimulai dengan kalimat-kalimat yang terlihat pada kata-kata pivot. Namun, cara ini menurut psikolinguistik modern sangat tidak memadai (Greenfild dan Smith, 1976: 6). Selain daripada itu pakar-pakar seperti Bloom, Bowerman, dan Brown menyatakan sebagai berikut

a.       Kata-kata pivot bisa muncul juga sendirian.

b.      Kata-kata pivot juga bergabung dengan kata pivot lain dalam sebuah kalimat.

c.       Pada kalimat-kalimat dua kata yang dibuat kanak-kanak terdapat juga kata-kata dari kelas lain selain pivot dan kelas terbuka.

d.      Tata bahasa pivot tidak dapat menampung semua ucapan-ucapan dua kata.

e.       Pembagian kata-kata pivot dan kelas terbuka tidak mencerminkan bahasa-bahasa lain, selain bahasa inggris.

2.      Teori hubungan tata bahasa nurani

Chomsky mengatakana bahwa hubungan-hubungan tata bahsa tertentu seperti “object-of, predicate-of, dan direct object-of” adalah berdsifat universal dan dimiliki oleh semua bahasa yang ada di dunia ini. berdasarkan teori tersebut Mc. Neil menyatakan bahwa pengetahuan kanak-kanak mengenai hubungan-hubungan tata bahasa universal adalah bersifat nurani. Teori tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut.

K→ FN + FV

Mc. Neil menyatakan bahwa ucapan-ucapan dua kata atau lebih dari kanak-kanak dapat dianalisis berdasarkan hubungan-hubungan yang digambarkan dalam rumus karena ucapan dua kata itu sesungguhnya mempunyai struktur juga. Bukan merupakan gabungan kata-kata yang sewenang-wenang. Jika ucpan kata itu merupakan bentuk tanpa struktur, maka semua bentuk gabungan yang mungkin bisa saja terjadi. Kenyataanya kanak-kanak hanya menggunakan gabungan-gabungan tertetu saja. Jadi, ucapan-ucapan dua kata itu memang mempunyai struktur.

3.      Teori hubungan tata bahasa dan informasi situasi

Sehubungan dengan teori hubungan tata bahasa nurani, Bloom mengatakan bahwa hubungan-hubungan tata bahasa tanpa merujuk pada informasi situasi (konteks) belumlah mencukupi untuk menganaisis uacapan atau ahasa kanak-kanak. Maka untuk dapat menganalisis ucapan kanak-kanak itu informasi situasi iniperlu diperhatikan. Bloom juga menyatakan bahwa suatu gabungan kata telah digunakan oleh kanak-kanak dalam suatu situasi yang berlainan. Digunakannya sebuah gabungan kata untuk mewakili situasi akan menyebabkan gabungan kata itu menjadi taksa (ambigu) dan meragukan. Satu-satunya cara untuk menganalisis gabungan kata yang meragukan itu adalah dengan cara memberikan representatif yang berlainan kepada gabungan kata itu menurut situasi-situasi di mana gabungan kata itu digunakan. Oleh karena informsi situasi dapat memberikan pertolongan dalam menentukan hubungn-hubungan ini, maka informasi situasi inilah yang harus digunakan untuk menetukan hubungan tata bahasa ucapan-ucapan kata dari anak-anak.

4.      Teori kumulatif kompleks

Brown mengatakan bahwa urutan pemerolehan sintaksis oleh kanak-kanak ditentuan oleh komulatif kompleks semanntik morfem dan kumulatif kompleks tata bahasa yang sedang diperoleh itu, jadi sama sekali tidak ditentukan oleh frekuensi munculnya morfem atau kata-kata itu dalam ucapan orang dewasa.

5.      Teori pendekatan semantik


Salah satu tata bahasa yang didasari padda komponen semantik diperkenalkan oleh Fillmore yang dikenal dengan nama tata bahasa kasus. Teori ini telah digunakan sebagai dasar untuk menganalisi data-data perkembangan bahsa. Dalam teorinya, Fillmore menunjukkan bahwa transformasi-transformasi tata bbahasa tidak diatur oleh rumus-rumus sintaksis, melainkan oleh hubungn-hubungan semantik yang ditandai oleh kategori-kategori kasus itu.



BAB III

PENUTUP

3.1    Kesimpulan

Proses pemerolehan bahasa dalam bidang sintaksi pada anak dimulai dengan mengucapkan satu kata (bagian kata). Proses ini terjadi pada waktu anak berusia dua tahun. Dalam pemerolehan bahasa dibidang sintkasis ini terdapat lima teori, yakni teori tata bahsaa pivot, teori hubungan tata bahasa nurani, teori hubungan tata bahsa dan informasi situasi, teori kumulatif kompleks, dan teori pendekatan semantik.

3.2    Saran

Diharapkan dengan adanya makalah ini, baik dari pembaca maupun penulis dapat mengetahui dan memahami mengenai pemerolehan bahasa dalam bidang sintaksis yang nantinya dapat digunakan sebagai acuan dalam pembelajaran yang lebih lanjut.



































DAFTAR PUSTAKA

Chaer, Abdul. 2015. Psikolinguistik: Kajian Teoritik. Jakarta: Rineka Cipta.

Dardjiwidjojo, Soenjono. 2014. Psikolinguistik: Pengantar Pemahaman Bahasa Manusia. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia.

No comments:

Post a Comment